Sahabat, coba tebak, ayat terpanjang di Al-Qur’an itu ngebahas apa? Bukan soal shalat, zakat, atau puasa, lho. Jawabannya adalah soal utang piutang! Yup, betul. Ayat ini adalah Surah Al-Baqarah ayat 282, yang dikenal juga sebagai ayat ad-dayn (ayat tentang utang). Ini udah jadi bukti banget betapa seriusnya Islam ngatur soal adab utang piutang. Tujuannya? Simple, biar hak dan kewajiban setiap orang tetap fair dan terjaga.
Isi dan Makna Al-Baqarah 282
Di ayat itu, Allah SWT berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, maka tulislah (utang itu). Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan benar…” (QS. Al-Baqarah: 282)
Kalau kita intip Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Al-Muyassar, pesennya jelas banget: setiap transaksi utang piutang itu sebaiknya dicatat, plus ada dua saksi yang adil. Eits, ini bukan berarti Allah nggak percayaan sama kita Sahabat. Tapi justru karena Allah tahu banget sifat manusia yang pelupa (lupa, kelalaian) dan risiko fitnah itu selalu ada. Simpelnya, dengan mencatat, kita lagi ngejaga keadilan dan biar nggak ada drama atau sengketa di kemudian hari.
Hikmah di Balik Pencatatan Utang

Terus, kenapa sih pencatatan utang ini penting banget dalam Islam? Ada beberapa hikmah keren di baliknya, Sahabat:
- Menjaga hak kedua belah pihak. Catatan itu jadi bukti kuat banget kalau suatu saat ada beda paham antara yang ngasih pinjaman dan yang nerima. Ini klop banget sama prinsip adab utang piutang yang junjung tinggi jujur dan adil.
- Mencegah lupa dan perselisihan. Ngaku deh, kita sering lupa jumlah yang dipinjam atau kapan deadline bayarnya. Nah, kalau ada catatan, semua pihak punya pegangan yang jelas. Alhasil, hubungan baik nggak bakal rusak cuma gara-gara salah paham.
- Membiasakan transparansi dan tanggung jawab. Islam itu support banget sikap amanah dalam urusan dunia. Nulis dan nyari saksi transaksi itu adalah bentuk tanggung jawab moral dan sosial. Ini sesuai banget sama nilai adab utang piutang yang luhur.
Adab Utang Piutang dalam Islam
Nggak cuma nyatet dan nyari saksi, Sahabat. Rasulullah SAW juga ngajarin adab utang piutang lainnya yang nggak kalah penting. Ini dia beberapa di antaranya:
- Jangan berutang kalau nggak urgent banget. Nabi SAW bersabda, “Jiwa seorang mukmin tergantung pada utangnya sampai lunas.” (HR. Tirmidzi). Ini ngingetin kita kalau utang itu bukan main-main.
- Berniat sungguh-sungguh untuk melunasi. Dalam hadis lain, Rasulullah SAW bersabda, “Siapa yang berutang dengan niat ingin melunasinya, maka Allah akan menolongnya melunasi.” (HR. Bukhari). Jadi, niat itu kunci.
- Mampu bayar? Jangan ditunda! Nah, ini penting banget. Menunda bayar utang padahal kita mampu itu termasuk kedzaliman, Sahabat. Ini jelas melanggar adab utang piutang yang diajarkan Islam, seperti sabda Nabi SAW, “Menunda-nunda (pembayaran) utang oleh orang yang mampu adalah suatu kedzaliman.” (HR. Bukhari & Muslim).
Contoh Relate di Kehidupan Sehari-Hari
Coba bayangin skenario ini: Sahabat minjemin uang ke teman kerja tanpa catetan apa pun, cuma modal percaya. Beberapa bulan lewat, eh, si teman lupa jumlah pastinya. Akhirnya apa? Hubungan yang tadinya baik jadi canggung dan penuh curiga. Nyesek kan?
Padahal, kalau dari awal dicatat dan disepakati bareng, nggak bakal ada drama nggak enak begini. Inilah inti dari adab utang piutang, ngejaga ukhuwah (persaudaraan) dan kejujuran.
Di zaman sekarang, mencatat utang itu super gampang. Sahabat bisa nulis di notes HP, bikin perjanjian sederhana di atas kertas, atau bahkan lewat chat digital seperti WhatsApp dan simpan buktinya lewat screenshot. Selama semuanya transparan dan disepakati bersama, cara itu sudah menunjukkan adab utang piutang yang diajarkan dalam Al-Qur’an.
Baca Juga: Ilmu Penting! Hukum Menunda Bayar Hutang dalam Islam
Pentingnya Saksi dan Keadilan Penulis

Surah Al-Baqarah 282 juga negesin banget agar si pencatat utang (penulisnya) harus adil, nggak boleh mihak, dan nulis sesuai kesepakatan bersama. Ini buat numbuhin budaya integritas. Kalau di kehidupan sekarang, prinsip ini relate banget sama profesi kayak notaris, akuntan, atau lembaga keuangan yang memastikan perjanjian itu sah dan transparan.
Nilai Spiritual di Balik Aturan Ini
Islam itu nggak cuma ngurusin ibadah ritual (hablun minallah), tapi juga muamalah, hubungan sosial antar manusia (hablun minannas). Nyatet utang itu bukan sekadar urusan admin, tapi bisa jadi ibadah sosial yang menumbuhkan rasa tanggung jawab. Setiap orang yang patuh sama adab utang piutang, pada dasarnya lagi beramal saleh karena ngejaga hak orang lain.
Allah menutup ayat keren ini dengan firman-Nya:
“…Bertakwalah kepada Allah, dan Allah mengajarkanmu, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Ayat ini ngingetin kita semua, Sahabat, kalau ketaatan kita dalam hal sekecil apa pun, termasuk urusan utang, itu mencerminkan ketakwaan yang sejati.
Saatnya Berbagi, Saatnya Menjadi Pahlawan untuk Mereka yang Butuh Uluran Tangan
Ngomong-ngomong soal ngejaga hak orang lain dan numbuhin tanggung jawab, ada lho cara keren buat ngelakuin itu sekaligus. Kadang, ada saudara kita yang terlilit utang bukan karena gaya hidup, tapi karena kebutuhan mendesak yang nggak bisa ditunda atau musibah.
Sahabat, kalau kamu mau jadi bagian dari solusi dan bantu mereka yang kesulitan, yuk salurkan kepedulianmu lewat Yayasan Senyum Mandiri. Bersama kita bisa bantu ringankan beban mereka yang membutuhkan dan tebarkan senyuman. Ini bukan cuma soal donasi, tapi soal ngebangun kepedulian dan ngasih harapan baru.
Yuk, jadi pahlawan kebaikan buat mereka melalui Yayasan Senyum Mandiri!
untuk informasi lebih lanjut bisa hubungi kami ya, dengan klik disini atau scan QR barcode dibawah
Kesimpulan
Jadi sahabat, utang itu bukan hal tabu dalam Islam. Yang penting adalah cara kita nyikapinnya. Inilah yang bedain orang beriman dari yang lalai. Lewat adab utang piutang, Islam ngajarin kita untuk nulis, nyari saksi, dan bersikap adil. Tujuannya? Demi ngejaga kejujuran dan ukhuwah.
Jadi, jangan pernah mager atau nggak enakan buat nyatet setiap transaksi, sekecil apa pun itu. Ini bukan tanda nggak percaya, tapi justru tanda tanggung jawab dan cinta damai.
Semoga kita semua dimasukin ke golongan orang yang amanah dan selalu dimudahkan buat ngelunasin setiap kewajiban. Aamiin Ya Rabbal Alamin.

“Menebar Sejuta Kebaikan”