Sahabat, di tengah riuhnya For You Page (FYP) TikTok kita yang penuh dengan tarian, komedi, dan life hacks, sesekali muncul sebuah video yang seolah menjadi ‘rem’ mendadak. Sebuah video yang menampar kita kembali ke realita, mengingatkan bahwa di luar gelembung nyaman kita, ada perjuangan-perjuangan sunyi yang sedang terjadi.
Salah satunya adalah video singkat dari akun @senyummandirifoundation. Tanpa musik yang viral, tanpa efek yang heboh, video itu memperkenalkan kita pada Dinda, seorang anak perempuan berusia 10 tahun dari Desa Kutamaneuh, Karawang. Dengan senyumnya yang polos, Dinda menyimpan sebuah mimpi besar, namun langkahnya terbebani oleh kisah hidup yang berliku.
Kisah Dinda bukan sekadar konten sedih untuk mengundang simpati. Ini adalah potret nyata dari ketidakadilan yang masih menganga di negeri ini, sekaligus bukti bahwa secercah harapan bisa dinyalakan oleh kekuatan gotong royong digital. Ini adalah cerita tentang keadilan pendidikan Islam yang diperjuangkan, bukan hanya oleh negara, tapi oleh hati-hati yang tergerak di dunia maya.

Awal Perjalanan Dinda. Kisah Kehilangan dan Kasih Sayang yang Tulus
Untuk memahami betapa berharganya harapan baru Dinda, kita perlu menengok kembali perjalanannya yang tidak mudah. Dinda terlahir dari seorang ibu yang hidup dalam keterbatasan. Demi menyambung hidup, sang ibu terpaksa membuat keputusan berat yaitu merantau jauh, meninggalkan Dinda yang kala itu masih bayi mungil.
Di kampung kecil itu, takdir mempertemukan Dinda dengan sepasang suami istri yang hatinya begitu merindukan kehadiran seorang anak. Meski pada akhirnya pasangan itu harus berpisah, sang ayah angkat, menunjukkan arti kasih sayang yang sesungguhnya. Beliau memutuskan untuk merawat Dinda seorang diri sejak usia tiga bulan, saat Dinda bahkan masih butuh disusui. Dengan sabar dan penuh cinta, Bapak Diding membesarkan Dinda, memberikan kehangatan seorang ayah yang mungkin tak pernah ia rasakan dari ayah kandungnya. Hari-hari Dinda kecil berjalan dengan cukup baik di bawah naungan cinta itu.
Namun, langit seakan kembali runtuh bagi Dinda. Saat usianya baru menginjak sembilan tahun, takdir memanggil sang ayah angkat untuk kembali kepada Sang Pencipta. Kehilangan ini menjadi pukulan berat kedua dalam hidupnya yang masih begitu muda. Sejak saat itu, Dinda diasuh oleh nenek angkatnya.
Dengan tangan yang sudah keriput dan tenaga yang tak lagi kuat, sang nenek berusaha sekuat tenaga merawat Dinda. Namun, usia yang renta menjadi penghalang. Sang nenek tak lagi sanggup memenuhi kebutuhan Dinda, terutama untuk pendidikannya. Akhirnya, dengan berat hati dan penuh harap, sang nenek meminta bantuan, berharap ada tangan-tangan baik di luar sana yang mau menyambung harapan masa depan cucu angkatnya agar tidak padam.
Mimpi Sederhana Seorang Peri Kecil
Di tengah semua keterbatasan itu, Dinda menyimpan sebuah mimpi yang sederhana namun sangat mulia, ia ingin menjadi seorang dokter. Baginya, menjadi dokter bukan soal status atau kekayaan. Cita-cita itu lahir dari hati kecilnya yang polos, yang ingin bisa menolong orang lain saat mereka sakit. Sebuah mimpi yang lahir dari empati, dari pengalaman melihat orang-orang di sekitarnya berjuang dengan keterbatasan.
Namun, mimpi setinggi itu butuh ‘tangga’ yang kokoh, yaitu pendidikan. Tanpa biaya, tanpa dukungan, tangga itu bisa roboh kapan saja. Mimpi indah Dinda terancam terkubur bersama realita pahit kemiskinan.
Potret Kesenjangan yang Nyata dan Pandangan Islam
Apa yang dialami Dinda adalah wajah nyata dari ketidakadilan pendidikan di negeri ini. Di saat sebagian anak dengan mudahnya mengakses sekolah favorit, bimbingan belajar, dan fasilitas teknologi, jutaan anak lain seperti Dinda masih berjuang hanya untuk bisa tetap bersekolah.
Ini bukan cuma masalah sosial, sahabat. Ini adalah masalah spiritual yang mendalam. Dalam pandangan Islam, pendidikan itu bukan hak istimewa, tapi kewajiban suci (faridhah). Rasulullah ﷺ tidak mengatakan “Menuntut ilmu itu pilihan,” tapi beliau bersabda dengan sangat tegas:
“Menuntut ilmu itu adalah kewajiban bagi setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah)
Kata “setiap Muslim” di sini tidak memandang bulu. Mau dia anak pejabat, anak petani, anak nelayan, tinggal di kota atau di pelosok, kewajiban itu sama. Dan jika menuntut ilmu adalah kewajiban bagi individu, maka menyediakan sarana untuk menuntut ilmu adalah kewajiban bagi negara, pemimpin, dan kita semua sebagai masyarakat.
Keadilan pendidikan Islam berarti memastikan setiap anak punya kesempatan yang sama untuk memenuhi kewajiban tersebut. Allah SWT sendiri menjanjikan derajat yang tinggi bagi mereka yang berilmu:
“…Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat…” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Ayat ini adalah janji, sekaligus menjadi ‘tamparan’ keras, bagaimana mungkin semua anak bisa diangkat derajatnya jika akses menuju ilmu itu sendiri sudah dibatasi oleh kemiskinan dan keterbatasan?
Baca Juga: Menagih Janji Keadilan Pendidikan dalam Islam
Program Orang Tua Asuh. Jembatan Harapan untuk Dinda
Di tengah kegelapan, selalu ada cahaya. Untuk Dinda, cahaya itu datang melalui program Orang Tua Asuh. Konsepnya sederhana tapi dampaknya luar biasa, orang-orang baik di luar sana secara kolektif menjadi ‘orang tua’ kedua bagi Dinda, membantu biaya hidup dan pendidikannya.
Jembatan kebaikan ini dibangun oleh Yayasan Senyum Mandiri, sebuah lembaga sosial yang aktif memanfaatkan kekuatan media sosial untuk menyebarkan kisah-kisah seperti Dinda. Melalui akun TikTok mereka, @senyummandirifoundation, mereka mengunggah video singkat yang menceritakan perjalanan hidup Dinda. Video sederhana itu ternyata mampu mengetuk ribuan hati. Dari sanalah, donasi mulai mengalir, dan harapan Dinda untuk terus bersekolah kembali menyala.
Ini adalah wujud nyata dari nilai ta’awun (tolong-menolong dalam kebaikan) yang diperintahkan Allah dalam Al-Qur’an (QS. Al-Ma’idah: 2).
Lebih dari Sekadar Uang
Program Orang Tua Asuh ini bukan sekadar transfer uang bulanan. Dalam Islam, konsep ini dikenal sebagai kafalah, yaitu menanggung dan merawat anak (terutama yatim atau yang membutuhkan) dengan penuh kasih sayang. Pahalanya? Bukan main-main. Rasulullah ﷺ menjanjikan surga bagi mereka yang melakukannya:
“Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini,” kemudian beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengahnya serta agak merenggangkan keduanya.” (HR. Bukhari)
Bagi Dinda, dukungan ini lebih dari sekadar materi. Ini adalah pesan bahwa ia tidak sendirian di dunia ini. Setelah kehilangan ayah angkatnya, kini ada ratusan ‘ayah’ dan ‘bunda’ asuh di luar sana yang peduli dan mendoakannya. Perasaan inilah yang menjadi bahan bakar semangatnya untuk terus belajar dan mengejar mimpinya.
Apa yang Bisa Kita Pelajari dari Kisah Dinda?
Kisah Dinda adalah sebuah ‘kuliah kehidupan’ yang sangat berharga bagi kita semua. Beberapa pelajarannya:
- Kehidupan Tidak Selalu Adil, tapi Kita Bisa Jadi Agen Keadilan. Kita tidak bisa memilih takdir, tapi kita bisa memilih untuk menjadi bagian dari solusi.
- Pendidikan Adalah Hak, Bukan Privilege. Setiap anak berhak mendapatkan kesempatan yang sama untuk belajar dan bermimpi.
- Kekuatan Gotong Royong Digital. Media sosial, jika digunakan dengan benar, bisa menjadi alat yang sangat powerful untuk menggerakkan kebaikan massal.
- Setiap Bantuan Itu Berarti. Jangan pernah meremehkan donasi sekecil apapun. Bagi Dinda, setiap rupiah adalah satu langkah lebih dekat menuju mimpinya menjadi dokter.
Penutup
Sahabat, perjalanan hidup Dinda penuh dengan ujian, namun juga sarat dengan pelajaran tentang harapan dan kekuatan kepedulian. Berkat program Orang Tua Asuh, Dinda kini sedang menapaki perjalanan baru menuju masa depan yang lebih cerah.
Kisah Dinda adalah panggilan hati untuk kita semua. Di luar sana, ada ribuan ‘Dinda’ lain yang mimpinya terancam padam karena kemiskinan. Mereka adalah amanah bagi kita yang diberi kelebihan oleh Allah.
Mari kita bersama-sama memastikan bahwa mimpi Dinda dan anak-anak lain tidak berhenti di tengah jalan. Karena sejatinya, bangsa ini baru bisa disebut adil dan maju jika setiap anak (tanpa terkecuali) mendapat kesempatan yang sama untuk belajar, tumbuh, dan meraih bintang.
Kamu Juga Bisa Jadi ‘Orang Tua Asuh’ bagi Dinda Lainnya!
Kisah Dinda adalah bukti bahwa satu video itu bisa mengubah takdir seorang anak, berkat kebaikan hati ribuan orang seperti sahabat. Perjalanan Dinda kini lebih ringan, tapi perjuangan untuk mewujudkan keadilan pendidikan Islam bagi semua anak Indonesia masih sangat panjang.
Di Yayasan Senyum Mandiri, kami setiap hari bertemu dengan ‘Dinda-Dinda’ lainnya. Anak-anak hebat dengan mimpi besar, yang satu-satunya penghalang mereka adalah kemiskinan.
Kami mengajakmu untuk tidak hanya menjadi penonton kisah inspiratif, tapi menjadi bagian dari pembuat kisah itu sendiri. Melalui program “Orang Tua Asuh”, kamu bisa mengambil peran nyata dalam mengubah masa depan seorang anak.
Bayangkan, dengan menyisihkan sebagian kecil dari rezekimu setiap bulan, kamu bisa memastikan seorang anak bisa terus sekolah, bisa membeli buku baru, bisa mengenakan seragam yang layak, dan yang terpenting, bisa terus bermimpi.
Jangan biarkan ada lagi mimpi yang padam karena kemiskinan. Yuk, jadi ‘Orang Tua Asuh’ hari ini bersama Senyum Mandiri. Klik di sini untuk memilih anak asuhmu dan mulailah perjalanan kebaikan yang pahalanya tak akan pernah putus.
Klik Disini atau scan QR Barcode dibawah untuk informasi lebih lanjut

“Menebar Sejuta Kebaikan”