Hukum Memelihara Jenggot dalam Islam, Wajib atau Cuma Sunnah?

Pernah nggak sih, sebagai cowok Muslim, kita mikir gini: sebenarnya hukum memelihara jenggot itu wajib, atau cuma sunnah biasa yang bonus pahala? Di era modern yang serba rapi ini, banyak dari kita yang terjebak di persimpangan: antara ikut tren clean look atau taat sama ajaran agama.

Daripada bingung, yuk kita bedah tuntas, santai, tapi tetap berbasis ilmu (akademik), biar kita nggak cuma ikut-ikutan tapi juga paham akarnya.

Asal Perintah, Dari Sabda Nabi yang Jelas

Pembahasan soal hukum memelihara jenggot ini berawal dari hadis-hadis sahih, di mana Rasulullah SAW memberikan perintah tegas kepada kaum laki-laki Muslim. Salah satu yang paling populer dan menjadi rujukan utama adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim:

“Peliharalah jenggot dan cukurlah kumis, berbedalah dengan orang-orang musyrik.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Perintah di atas (disebut amr dalam ilmu fiqih) secara eksplisit menyuruh kita untuk memanjangkan jenggot. Nah, ketaatan kita pada Rasulullah SAW sendiri itu bukan pilihan, lho, tapi sudah jadi pondasi iman.

Ini diperkuat dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur’an:

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

“…Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah…” (QS. Al-Hasyr [59]: 7)

Ayat ini menegaskan bahwa setiap perintah (termasuk memelihara jenggot) dan larangan dari Nabi itu wajib kita ambil dan jauhi, kecuali ada petunjuk lain. Dari sinilah kemudian para ulama merumuskan pandangan fiqihnya.

Pandangan Utama Para Ulama (Jumhur vs. Syafi’i)

Perintah yang jelas dari hadis di atas kemudian ditafsirkan oleh para ulama dengan dua pandangan utama, yang keduanya tetap berlandaskan pada penghormatan terhadap sunnah Nabi.

1. Mayoritas Ulama (Hanafi, Maliki, dan Hanbali): Wajib!

Jumhur ulama (mayoritas) dari tiga mazhab besar (Hanafi, Maliki, dan Hanbali) berpendapat bahwa hukum memelihara jenggot adalah Wajib.

Kenapa wajib? Karena mereka melihat perintah dalam hadis itu bersifat tegas dan mutlak, yang artinya harus dilaksanakan. Mencukur habis jenggot dianggap sebagai perbuatan menyerupai kaum non-Muslim (tasyabbuh) atau menyerupai wanita, yang mana itu dilarang keras dalam Islam. Tokoh seperti Imam Ibn Taimiyah pun sangat tegas dalam hal ini.

2. Sebagian Ulama Syafi’i: Sunnah Muakkadah!

Sementara itu, sebagian ulama dari mazhab Syafi’i cenderung sedikit lebih ringan. Mereka berpandangan bahwa memelihara jenggot adalah Sunnah Muakkadah (sunnah yang sangat dianjurkan, hampir mendekati wajib).

Artinya, Rasulullah SAW menekankan praktik ini sebagai bentuk ketaatan tinggi. Tapi kalau seseorang mencukurnya habis, ia memang tidak berdosa besar, meski telah melewatkan pahala besar dan melanggar anjuran Nabi.

Baca Juga: Hakikat Uban Menurut Islam, Salah Satunya Sebagai Pengingat Ajal

Menyikapi dengan Bijak di Kehidupan Modern

Sahabat, kita paham banget hidup di kota besar atau lingkungan kerja modern kadang menuntut penampilan clean-shaven. Di sinilah Islam datang membawa solusi. Ingat, ajaran Islam itu tujuannya memudahkan, bukan menyulitkan.

Ulama kontemporer menegaskan, kalau seseorang punya alasan kuat seperti tuntutan kerja, kondisi medis, atau takut timbul fitnah, ia bisa mendapat keringanan. Namun, keringanan ini bukan izin untuk menentang ajaran Nabi!

Prinsipnya:

  1. Jika Mampu, Lakukan: Kalau lingkunganmu mengizinkan, rawat dan peliharalah. Menjaga jenggot dengan rapi adalah bentuk kecil meneladani Nabi, dan ini erat kaitannya dengan identitas kita sebagai Muslim yang bangga mengikuti jejak beliau.
  2. Jaga Kerapian: Nggak ada larangan merapikan jenggot. Islam sangat menjunjung kebersihan dan kerapian. Jadi, jangan sampai jenggot kita malah terkesan berantakan dan bikin orang lain ilfeel. Rapikan, bersihkan, dan jaga!

Nilai Spiritual di Balik Sehelai Jenggot

Sahabat, kalau dipikir lebih dalam, memelihara jenggot itu bukan cuma soal perdebatan wajib atau sunnah. Lebih dari itu, ia punya vibes spiritual yang dalam, sebagai simbol kehormatan, keteguhan, dan kematangan. Karena itu, ketika kita memutuskan untuk memelihara jenggot, sebenarnya kita sedang mengirim pesan ke hati: “Aku memilih untuk meneladani Nabiku.”

Bagi mereka yang memegang teguh, menjalankan sunnah ini adalah bukti cinta dan penghormatan. Sekecil apa pun sunnah itu, pelaksanaannya membuka pintu keberkahan yang besar. Ini bukan cuma soal rambut di wajah, sahabat, tapi soal ketaatan hati.

Jenggot boleh rapi, tapi kepedulianmu juga harus tetap kuat!

Sahabat, meneladani Nabi Muhammad SAW adalah tentang totalitas: taat dalam ibadah, rapi dalam penampilan (termasuk jenggot yang terawat), dan mulia dalam akhlak. Salah satu akhlak mulia Nabi adalah kepedulian sosial yang luar biasa.

Kalau kamu sudah niat kuat meneladani beliau, yuk sekalian tunjukkan bukti cintamu dengan berbagi kebaikan. Yayasan Senyum Mandiri fokus membantu sesama yang kurang beruntung, memastikan mereka juga bisa tersenyum mandiri. Setiap rezeki yang kita sisihkan adalah Sunnah Nabi dalam bentuk yang paling nyata.

Gimana? Buktikan ketaatanmu pada Rasulullah SAW, tidak hanya lewat jenggot yang terawat, tapi juga dengan tangan yang ringan membantu sesama.

Klik link di bawah ini untuk ikut berdonasi dan sebarkan senyum kebaikan!

Donasi Yayasan Senyum Mandiri

Untuk info & layanan donasi bisa hubungi kami, dengan klik di sini atau scan QR barcode yang ada di bawah.

Kesimpulan

Jadi, mari kita simpulkan dengan kepala dingin, sahabat:

Secara akademik dan adil, hukum memelihara jenggot menurut mayoritas ulama (Hanafi, Maliki, Hanbali) adalah WAJIB. Sementara sebagian ulama Syafi’i melihatnya sebagai Sunnah Muakkadah (sangat dianjurkan).

Apapun pandangan yang kamu ikuti, memelihara jenggot adalah bentuk penghormatan dan ketaatan kepada perintah Rasulullah SAW. Anggaplah ini bukan sebagai beban, tapi sebagai kebanggaan. Karena setiap kali kita menjalankan sunnah, sekecil apa pun, itu adalah tanda cinta kita yang paling tulus kepada Nabi Muhammad SAW.

Barcode Nomer CS Yayasan Senyum Mandiri 2025

“Menebar Sejuta Kebaikan”

Tinggalkan komentar