Sahabat, coba bayangkan skenario ini. Suatu pagi, grup WhatsApp (WAG) kompleks perumahanmu yang biasanya cuma berisi info tukang galon atau ucapan selamat ulang tahun, tiba-tiba ‘mendidih’. Notifikasinya nggak berhenti-berhenti. Isinya? Foto-foto tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang angkanya naik gila-gilaan.
Satu per satu warga mulai curhat. Ada pensiunan yang bingung bayarnya pakai apa. Ada keluarga muda yang pusing karena kenaikannya setara SPP anak sebulan. Dari sekadar keluhan, obrolan mulai serius: “Kita harus ngapain, nih?“, “Nggak bisa diam aja!“, “Kita datangi kantor walikota bareng-bareng!“
Fenomena aksi protes warga yang lahir dari obrolan WAG ini makin sering terjadi. Ini bukan soal anarkisme atau pembangkangan, tapi soal suara rakyat kecil yang merasa terbebani dan menuntut keadilan. Pertanyaannya, bagaimana Islam memandang aksi kompak seperti ini? Apakah boleh kita bersatu menyuarakan keberatan terhadap kebijakan negara? Ataukah kita harus diam dan pasrah?
Jawabannya ternyata sangat mendalam, sahabat. Islam tidak hanya mengatur ibadah personal, tapi juga memberikan panduan yang sangat jelas tentang bagaimana menjadi warga negara yang aktif, kritis, dan beradab.
PBB Naik, ‘Napas’ Rakyat Sesak, Akar Masalahnya di Mana?
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah kewajiban kita sebagai warga negara. Tujuannya mulia yaitu membiayai pembangunan daerah agar fasilitas publik kita semakin baik. Namun, di lapangan, kenaikan PBB seringkali terasa tidak adil dan menimbulkan masalah. Kenapa?
- Logika NJOP yang ‘Ajaib’: Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) seringkali melonjak drastis bukan karena rumah kita jadi lebih mewah, tapi karena ada proyek jalan tol atau mal baru di dekatnya. Akibatnya, seorang pensiunan yang tinggal di rumah warisan puluhan tahun bisa tiba-tiba menanggung beban pajak setara pengusaha.
- Pendapatan Stagnan, Pajak Meroket: Kenaikan pendapatan warganya sering tidak mengimbangi kenaikan PBB. Gaji mungkin naik tipis, tapi PBB bisa naik puluhan, bahkan ratusan persen.
- Kurangnya Transparansi: Pemerintah seringkali tidak memberikan penjelasan yang memadai kepada warga tentang dasar perhitungan kenaikan PBB dan ke mana saja mereka akan mengalokasikan dana tersebut secara spesifik.
Dari sinilah lahir kegelisahan kolektif. Warga merasa bahwa para pembuat kebijakan merumuskan kebijakan di ‘ruang hampa’ tanpa merasakan denyut nadi kehidupan mereka yang sesungguhnya.

Perspektif Islam: Kritik itu Boleh, Bahkan Dianjurkan!
Banyak yang mengira Islam mengajarkan kita untuk patuh buta pada pemimpin. Ini adalah kesalahpahaman besar. Justru, Islam memberikan ruang yang sangat luas bagi rakyat untuk berpartisipasi dan mengawasi jalannya pemerintahan. Prinsip-prinsip ini adalah fondasinya:
- Syura (Musyawarah) Adalah DNA Masyarakat Islam
Al-Qur’an secara eksplisit menyebutkan bahwa salah satu ciri orang beriman adalah menyelesaikan urusan mereka melalui musyawarah.
“…sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…” (QS. Asy-Syura: 38)
Ketika warga satu kompleks berkumpul, berdiskusi, dan sepakat untuk menyuarakan keberatan, mereka sedang mempraktikkan syura dalam skala mikro. Mereka tidak bertindak sendiri-sendiri, tapi mencari solusi bersama.
- Amar Ma’ruf Nahi Munkar dalam Konteks Kenegaraan
Menyuarakan kebaikan (amar ma’ruf) dan mencegah keburukan (nahi munkar) itu bukan cuma soal ngingetin teman buat shalat. Dalam konteks yang lebih luas, mencegah keburukan juga berarti mencegah lahirnya kebijakan yang zalim atau tidak adil. Jika sebuah kebijakan pajak terbukti menyengsarakan rakyat banyak, maka menyuarakannya adalah bagian dari nahi munkar. - Nasihat lil Aimmah (Memberi Nasihat kepada Pemimpin)
Ini adalah salah satu pilar utama dalam ajaran Islam. Rasulullah ﷺ bersabda, “Agama itu adalah nasihat.” Para sahabat bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin kaum muslimin, dan seluruh umat Islam.” (HR. Muslim)
Memberi nasihat kepada pemimpin adalah bukti cinta kita pada negara dan pemimpin itu sendiri, agar mereka tidak terjerumus dalam kezaliman. Aksi protes warga yang dilakukan dengan cara yang benar adalah bentuk ‘nasihat’ kolektif yang sangat kuat.
Kekuatan ‘Kita’
Dalam masyarakat modern, banyak orang sering menganggap suara satu orang sebagai angin lalu. Tapi ketika seratus, seribu, atau puluhan ribu orang menyuarakan hal yang sama, suara itu berubah menjadi kekuatan yang tidak bisa penguasa abaikan.
- Contoh Nyata di Indonesia: Beberapa waktu lalu, warga di beberapa kota seperti Pati berhasil menekan pemerintah daerah untuk meninjau ulang kenaikan PBB yang drastis setelah mereka bersatu mengajukan keberatan secara kolektif. Aksi mereka, yang dimulai dari petisi dan audiensi, akhirnya memaksa para pembuat kebijakan untuk duduk bersama dan mencari solusi.
Kekuatan masyarakat sipil ini sangat sejalan dengan konsep jama’ah (kebersamaan) dalam Islam. Rasulullah ﷺ bersabda, “Tangan Allah bersama jama’ah.” (HR. Tirmidzi). Artinya, pertolongan dan keberkahan Allah akan turun saat umat-Nya bersatu dalam kebaikan.
‘Red Line’ dalam Islam, Protes Boleh, Rusuh Jangan!
Meskipun Islam membolehkan aksi protes warga, ada batasan dan adab yang tidak boleh dilanggar. Islam menentang keras segala bentuk kekacauan (fasad) dan pemberontakan bersenjata (bughat).
- Tanpa Kekerasan dan Anarkisme. Merusak fasilitas umum, membakar ban, atau melakukan kekerasan fisik jelas-jelas haram dan hanya akan merusak citra perjuangan itu sendiri.
- Hindari Fitnah dan Ujaran Kebencian. Kritik harus fokus pada kebijakan, bukan menyerang pribadi pejabat dengan fitnah atau caci maki. Sampaikan argumen dengan data dan fakta, bukan dengan emosi dan kebencian.
- Niat yang Lurus. Tujuan utama aksi haruslah mencari keadilan dan kemaslahatan bersama, bukan karena kepentingan kelompok, dendam politik, atau sekadar ingin viral.
Dari Grup WA Menuju Perubahan Nyata
Bagaimana cara menyalurkan aspirasi secara efektif dan beradab?
- Langkah 1: Petisi Bersama. Mulai dari lingkungan terkecil. Kumpulkan data dan tanda tangan warga sebagai bukti kuat bahwa ini bukan keluhan personal, tapi masalah kolektif.
- Langkah 2: Audiensi dengan Wakil Rakyat (DPRD). DPRD punya fungsi pengawasan anggaran. Ajak perwakilan warga untuk bertemu secara resmi, sampaikan data dan tuntutan dengan jelas dan sopan.
- Langkah 3: Manfaatkan kekuatan media. Di era digital, isu lokal bisa cepat menjadi sorotan nasional. Gunakan media sosial untuk membangun narasi yang kuat (bukan provokatif) dan undang media massa untuk meliput.
- Langkah 4: Libatkan ahli dan tokoh masyarakat. Ajak pakar tata kota, ahli hukum, atau tokoh agama untuk memberikan pandangan mereka. Ini akan memperkuat legitimasi tuntutan warga.
- Langkah 5: Tawarkan Solusi Alternatif. Jangan hanya menolak. Ajak pemerintah berdialog dan tawarkan solusi yang mungkin bisa mereka terima, misalnya kenaikan bertahap, keringanan untuk kelompok tertentu (pensiunan, keluarga miskin), atau audit transparansi penggunaan PBB tahun sebelumnya.
Inilah bentuk advokasi modern yang sangat sejalan dengan prinsip syura dalam Islam.
Hikmah di Balik Aksi Kolektif
Sahabat, bahkan jika tuntutan kita tidak langsung dipenuhi, ada hikmah besar yang bisa dipetik dari aksi protes warga yang dilakukan dengan benar:
- Menguatkan Solidaritas dan Kepedulian. Warga jadi saling kenal, saling peduli, dan sadar bahwa mereka punya kekuatan saat bersama.
- Mendidik Generasi Muda tentang Demokrasi Beradab. Anak-anak akan belajar bahwa memperjuangkan hak itu penting, dan bisa dilakukan dengan cara yang cerdas dan santun.
- Menciptakan Kontrol Sosial yang Sehat. Pemerintah akan menjadi lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan karena tahu bahwa rakyatnya aktif, kritis, dan mengawasi.
Penutup
Jadi, sahabat, Islam tidak pernah mengajarkan kita untuk diam saat melihat ketidakadilan. Selama dilakukan dengan cara yang damai, terorganisir, dan bermartabat, aksi protes warga justru bisa bernilai ibadah, sebuah bentuk amar ma’ruf nahi munkar dalam skala sosial.
Kenaikan PBB mungkin tak bisa kita hindari sepenuhnya, tapi transparansi, keadilan, dan kebijakan yang manusiawi adalah hak rakyat yang harus terus kita perjuangkan. Warga yang bersatu dengan cara yang elegan adalah wujud nyata dari masyarakat madani yang kuat, persis seperti yang dicita-citakan oleh Islam.
Saat Sistem Terasa Berat, Mari Bangun Jaring Pengaman Sosial Kita Sendiri!
Semangat aksi protes warga lahir dari rasa kepedulian terhadap sesama yang terbebani. Semangat ini tidak boleh berhenti hanya pada urusan pajak. Di sekitar kita, ada banyak ‘beban’ lain yang menimpa saudara-saudara kita seperti beban biaya sekolah, beban utang, beban untuk sekadar bisa makan hari ini.
Di Yayasan Senyum Mandiri, kami percaya bahwa kekuatan kolektif warga tidak hanya ampuh untuk mengkritik kebijakan, tapi juga sangat dahsyat untuk menciptakan solusi. Kami adalah ‘grup WA’ kebaikanmu, tempat di mana kepedulian-kepedulian kecil disatukan menjadi kekuatan besar.
Saat kita bersama-sama protes menuntut keadilan dari negara, mari kita juga bersama-sama menciptakan keadilan versi kita sendiri melalui sedekah. Donasimu, yang digabungkan dengan ribuan donatur lainnya, akan menjadi ‘jaring pengaman sosial’ yang nyata bagi mereka yang paling rentan.
Yuk, jangan biarkan semangat kebersamaanmu padam! Lanjutkan aksi kepedulianmu dengan menyalurkan donasi terbaik melalui Senyum Mandiri. Mari kita tunjukkan bahwa warga tidak hanya kompak dalam protes, tapi juga super kompak dalam menolong sesama!
Klik Disini atau scan QR Barcode dibawah ini untuk informasi lebih lanjut

“Menebar Sejuta Kebaikan”