Ini Pertanggungjawaban Pemimpin di Akhirat yang Bikin Merinding

Sahabat, setiap kali kita melihat jembatan yang baru pemerintah resmikan tapi sudah retak, atau jalan aspal yang mulus cuma sebulan, pasti ada rasa gemes, marah, dan kecewa. “Ini duit pajak kita dipake buat apa, sih?” Pertanyaan itu wajar banget. Tapi, pernahkah kita berpikir lebih jauh? Bahwa di balik setiap proyek yang gagal, ada tanggung jawab pemimpin yang catatannya nggak cuma di KPK, tapi langsung di hadapan Allah SWT.

Dalam Islam, jadi pemimpin itu bukan soal dapat mobil dinas atau kursi empuk. Jabatan adalah amanah super berat yang auditnya bukan cuma di dunia, tapi juga di akhirat, di mana tak seorang pun bisa menyembunyikan apapun. Rasulullah ﷺ sudah memberikan peringatan keras:

“Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Yuk, kita bedah tuntas, sedalam dan seberat apa sih tanggung jawab pemimpin di akhirat atas setiap proyek yang gagal dan merugikan rakyat. Ini bukan buat nakut-nakutin, tapi biar kita semua, baik pemimpin maupun rakyatnya, jadi lebih sadar akan besarnya amanah ini.

‘Kontrak’ Super Berat yang Ditolak Langit dan Bumi

Sebelum ngomongin jabatan, kita harus paham dulu konsep amanah (kepercayaan). Amanah ini saking beratnya, sampai-sampai langit, bumi, dan gunung pun nggak sanggup memikulnya. Allah berfirman dalam sebuah ayat yang sangat dramatis:

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia…” (QS. Al-Ahzab: 72)

Bayangin, sahabat. Langit yang begitu luas dan gunung yang begitu kokoh aja ‘mundur alon-alon’ pas ditawarin amanah. Mereka paham betapa besarnya risiko dan pertanggungjawabannya. Tapi manusia, dengan segala keterbatasannya, menerimanya. Artinya, setiap kita, apalagi yang memegang jabatan, sudah meneken ‘kontrak’ langsung dengan Allah untuk tidak berkhianat.

Jadi, saat seorang pejabat mengelola dana triliunan rupiah uang rakyat, dia sedang memikul beban yang pernah gunung-gunung tolak. Ini bukan metafora biasa, ini adalah pengingat betapa seriusnya urusan kepemimpinan dalam Islam. Setiap keputusan, setiap tanda tangan, dan setiap sen uang rakyat adalah bagian dari amanah agung tersebut.

Audit di Akhirat Itu Lebih Teliti dari BPK, Gak Bisa Nego

Kalau di dunia, manusia masih bisa ‘mengakali’ audit BPK atau memperdebatkan hasilnya, maka di akhirat nanti, Allah SWT sendiri yang akan mengaudit secara langsung. Tak seorang pun bisa menyogok-Nya, dan tak seorang pun bisa memanipulasi data. Ia akan menanyakan setiap detailnya. Rasulullah ﷺ sudah ngasih bocoran ‘kisi-kisi’ audit akhirat:

“Tidak akan bergeser kedua kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai ia ditanya tentang (empat perkara): umurnya untuk apa ia habiskan, ilmunya apa yang telah ia amalkan, hartanya dari mana ia peroleh dan ke mana ia belanjakan, dan tubuhnya untuk apa ia gunakan.” (HR. Tirmidzi)

Bayangkan seorang pemimpin ditanya soal hartanya, yang dalam hal ini adalah dana publik yang dikelolanya:

  • “Dana sekian triliun untuk proyek jembatan, kamu dapat dari mana (pajak rakyat) dan kamu belanjakan untuk apa?”
  • “Kenapa spesifikasi besinya kamu kurangi? Ke mana selisih dananya? Siapa saja yang menikmati uang haram itu?”
  • “Kenapa kamu biarkan kontraktornya bekerja asal-asalan? Di mana fungsi pengawasanmu sebagai pemimpin?”
  • “Apakah kamu tahu bawahanmu korupsi tapi kamu diam saja? Kenapa?”

Setiap rupiah uang rakyat yang dipakai untuk proyek gagal atau dikorupsi akan menjadi pemberat timbangan dosa yang luar biasa. Tidak ada jawaban “saya tidak tahu” atau “itu urusan teknis di bawah”. Sebab, pemimpin bertanggung jawab atas seluruh sistem yang ia pimpin.

Proyek Gagal Menjadi Dosa Jariyah yang Terus Mengalir

Saat kita melihat proyek pemerintah yang ‘ambyar’, itu bukan cuma masalah teknis. Itu adalah jejak dari sebuah dosa yang dampaknya terus menerus. Ini adalah wujud dari ghasysy (penipuan terhadap publik) dan ghulul (penggelapan harta publik), dua dosa besar dalam Islam.

  • Jalan yang bolong. Setiap kecelakaan yang terjadi di sana, setiap ban yang pecah, setiap kerugian waktu akibat macet karena jalan rusak, dosanya bisa ikut mengalir ke pihak yang bertanggung jawab atas kualitas jalan itu.
  • Bangunan sekolah yang roboh. Setiap anak yang kehilangan haknya untuk belajar di tempat yang aman, setiap potensi generasi yang terhambat, menjadi beban tanggung jawab pemimpin yang menyetujui proyek tersebut.
  • Drainase yang buruk hingga menyebabkan banjir. Setiap kerugian materi, trauma, dan penderitaan warga yang kebanjiran, akan dituntut di hadapan Allah.

Ini yang disebut dosa jariyah, dosa yang pahitnya terus mengalir bahkan setelah pelakunya meninggal dunia. Rasulullah ﷺ bersabda dengan sangat keras:

“Siapa saja pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka.” (HR. Ahmad)

‘Penyakit’ di Balik Proyek Gagal

Kenapa banyak proyek gagal? Biang keroknya kompleks, tapi akarnya selalu sama yaitu lemahnya iman dan amanah.

  1. Korupsi, Mark-up, dan Ghulul. Ini adalah pengkhianatan paling nyata. Ghulul awalnya berarti mencuri harta rampasan perang sebelum pemimpin membaginya, namun ulama memperluas maknanya hingga mencakup semua pencurian harta publik. Ini adalah dosa yang sangat Allah benci.
  2. Nepotisme & Proyek ‘Titipan’. Memilih kontraktor bukan berdasarkan kualitas (itqan), tapi karena teman, keluarga, atau ‘setoran’. Ini melanggar hadis: “Jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tungguhlah kehancurannya.” (HR. Bukhari). Proyek konstruksi harus dipegang insinyur sipil, bukan “tim sukses” yang tidak kompeten.
  3. Pengawasan yang Pura-pura. Pengawas di lapangan ‘tutup mata’ karena sudah dapat ‘amplop’. Ini adalah persaksian palsu dan kolusi dalam dosa, dan islam melarang keras hal tersebut.
  4. Lalai dan Meremehkan (Taqshir). Pemimpin tertinggi mungkin tidak korupsi langsung, tapi ia lalai dalam mengawasi bawahannya. Dalam Islam, kelalaian pemimpin dalam menjaga amanah sudah cukup untuk membuatnya berdosa, dan Allah akan meminta pertanggungjawabannya.

Teladan Para Khalifah

Kalau mau lihat standar tanggung jawab pemimpin yang sesungguhnya, kita bisa belajar dari para Khulafaur Rasyidin dan pemimpin saleh sesudahnya:

  • Umar bin Khattab RA. Beliau pernah berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di jalanan Irak, aku takut Allah akan menanyaiku kenapa aku tidak meratakan jalan untuknya.” Beliau bahkan sering patroli malam-malam sendirian untuk memastikan tidak ada rakyatnya yang kelaparan. Ini adalah level empati dan akuntabilitas tertinggi.
  • Umar bin Abdul Aziz. Begitu diangkat jadi khalifah, beliau menjual semua fasilitas mewah negara dan hidup sangat sederhana. Beliau sangat ketat soal penggunaan uang negara, sampai-sampai pada masanya sulit sekali menemukan orang miskin untuk diberi zakat.
  • Ali bin Abi Thalib RA. Dalam suratnya yang legendaris kepada Malik al-Asytar, gubernur Mesir, beliau memberikan instruksi super detail tentang cara mengelola negara, memilih pejabat, dan memperlakukan rakyat dengan adil. Surat ini menjadi rujukan utama dalam ilmu tata negara Islam.

Mereka paham betul bahwa setiap fasilitas yang mereka nikmati dan setiap kebijakan yang mereka buat akan Allah audit secara langsung.

Bukan Cuma Salah Pemimpin, Apa Peran Kita Sebagai Rakyat?

Melihat semua ini, gampang banget buat cuma nyalahin pemerintah. Tapi sebagai rakyat, kita juga punya peran dan tanggung jawab:

  • Jangan Salah Pilih. Saat pemilu, pilihlah pemimpin berdasarkan rekam jejak amanah dan kompetensinya, bukan karena ‘serangan fajar’ atau janji manis doang. Memilih pemimpin yang salah adalah bagian dari kelalaian kita sebagai pemilih.
  • Jadi Pengawas Publik yang Beradab. Manfaatkan media sosial dan kanal aduan resmi untuk melaporkan kejanggalan dengan cara yang sopan dan berbasis data. Ini adalah bentuk amar ma’ruf nahi munkar (mengajak pada kebaikan, mencegah keburukan).
  • Mendoakan Pemimpin. Doakan agar para pemimpin kita mendapatkan hidayah dan kekuatan untuk menjadi amanah. Mendoakan kebaikan untuk pemimpin adalah ciri Ahlus Sunnah wal Jama’ah, karena kebaikan pemimpin akan berdampak luas bagi seluruh rakyat.

Jabatan Itu Ujian, Bukan Hadiah

Sahabat, hadis paling menohok tentang kepemimpinan mungkin adalah yang ini:

“Sesungguhnya kepemimpinan itu adalah amanah, dan pada hari kiamat ia akan menjadi penyesalan dan kerugian, kecuali bagi siapa yang mengambilnya dengan haknya dan menunaikan apa yang wajib atasnya.” (HR. Muslim)

Proyek yang gagal bukan sekadar catatan merah di laporan akhir tahun. Ia adalah ‘prasasti’ kelalaian yang akan terbongkar di Mahkamah Allah. Setiap rupiah kerugian negara dan setiap penderitaan rakyat akan menjadi tuntutan yang tak terelakkan.

Menjadi pemimpin berarti siap menanggung beban dunia dan akhirat. Semoga Allah menyadarkan para pemimpin kita akan beratnya tanggung jawab ini, dan juga memampukan kita sebagai rakyat untuk menjadi pengingat yang baik.

Saat Sistem Gagal, Kebaikan dari Kita Tidak Boleh Gagal

Melihat realita proyek gagal dan korupsi, wajar jika kita merasa pesimis dan tidak percaya. Tapi, semangat untuk berbuat baik tidak boleh padam hanya karena kegagalan sistem.

Jika dana negara yang besar seringkali tidak sampai sasaran, maka dana umat yang kecil namun pengelolaannya amanah bisa menjadi solusinya.

Di Yayasan Senyum Mandiri, kami memegang prinsip amanah sebagai harga mati. Setiap rupiah donasi dari sahabat adalah ‘proyek kebaikan’ yang kami jalankan dengan pengawasan ketat dan transparansi penuh. Kami mungkin tidak membangun jembatan beton, tapi kami membangun ‘jembatan’ masa depan untuk anak yatim melalui pendidikan. Kami tidak membangun jalan tol, tapi kami ‘meratakan jalan’ bagi keluarga dhuafa untuk bisa hidup lebih layak.

Saat kamu merasa kontribusimu kepada negara seolah sia-sia, jangan berhenti berkontribusi. Salurkan kepedulianmu melalui lembaga yang bisa kamu percaya.

Yuk, jadi bagian dari solusi. Kirimkan donasi terbaikmu melalui Senyum Mandiri. Mari kita buktikan bahwa proyek-proyek kebaikan yang lahir dari hati rakyat, insya Allah tidak akan pernah ‘gagal’.

Klik Disini atau scan QR Barcode dibawah untuk informasi lebih lanjut

Barcode Nomer CS 2025 (Yuli)

“Menebar Sejuta Kebaikan”

Tinggalkan komentar