Larangan Mencela Makanan – Hai sahabat! Pernah nggak sih, kamu lagi di situasi awkward pas nyobain makanan tapi rasanya zonk? Nggak sesuai selera gitu. Kebanyakan orang mungkin auto-komplain: keasinan, hambar, atau straight up bilang nggak enak.
Eits, tapi beda cerita sama Rasulullah SAW. Beliau ngasih kita teladan super keren soal larangan mencela makanan. Beliau nunjukkin akhlak (attitude) yang high class banget, padahal urusannya cuma soal makanan.
Teladan Rasulullah dalam Menghargai Makanan
Jadi, sahabat, ada sebuah hadis shahih yang powerful banget (HR. Bukhari & Muslim) yang ceritanya begini: Rasulullah SAW itu nggak pernah sedikitpun mencela makanan. Kalau beliau suka, ya beliau makan. Kalau nggak suka? Beliau hanya diam.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mencela makanan sama sekali. Apabila beliau berselera (menyukai), beliau memakannya. Apabila beliau tidak suka, beliau meninggalkannya (tidak memakannya).” (HR. Bukhari & Muslim)
Hadis ini simple tapi maknanya dalem banget. Rasulullah SAW ngajarin kita bahwa menghargai makanan itu part of menghargai rezeki dari Allah. Nggak semua orang lho, bisa nikmatin makanan kayak kita setiap hari. Jadi, pas kita mencela makanan, itu sama aja kayak kita meremehkan nikmat yang udah Allah kasih.
Sikap diamnya Nabi pas nggak doyan itu nunjukkin betapa lembutnya hati beliau. Beliau nggak mau bikin sakit hati orang yang udah masak, nyiapin, atau ngasih makanan itu. Ini real implementation dari larangan mencela makanan di kehidupan sehari-hari.
Kenapa Mencela Makanan Termasuk Akhlak yang Buruk?
Sahabat, larangan mencela makanan ini bukan cuma soal table manner atau sopan santun ya. Ini lebih dalam dari itu.
Mencela makanan itu bisa jadi nunjukkin kesombongan dan tipisnya rasa syukur kita. Padahal, Allah udah ngasih warning di Al-Qur’an:
“…Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu…” (QS. Ibrahim: 7)
Ketika seseorang julid sama makanan, secara nggak langsung dia lagi nolak nikmat Allah. Please, bayangin deh, di luar sana masih banyak banget saudara kita yang nahan lapar, eh kita malah ngeluhin makanan yang udah jelas ada di depan mata.
Selain itu, nyela makanan juga fix bisa bikin baper orang lain. Bisa aja makanan itu disiapin dengan full effort dan cinta sama keluarga kita, atau dibeli dari hasil kerja keras seseorang. Pas kita ngomong jelek soal makanan itu, kita kayak lagi nebar luka tanpa sadar.
Ingat juga hadis ini, sahabat:
“Barangsiapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, berarti ia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Dawud & Tirmidzi)
Ini relate banget! Nggak nyela makanan adalah cara kita berterima kasih ke manusia (yang masak/memberi) dan otomatis, bersyukur ke Allah. Makanya, larangan mencela makanan jadi penting banget buat ngejaga hubungan kita tetap harmonis.
Baca Juga: Ternyata Ini Hukum Meniup Makanan Panas dalam Islam Beserta Alasannya
Pelajaran Moral dan Spiritualitas
Dari akhlak level sultan Rasulullah SAW ini, kita bisa ambil beberapa insight penting:
- Bersyukur non-stop atas rezeki. Mau makanannya fancy atau sederhana, itu karunia Allah. Disyukuri, biar makin berkah.
- Jaga Lisan (Filter Komen). Lidah emang nggak bertulang. Satu komen negatif soal makanan bisa bikin drop hati orang. Jadi, nahan diri itu bijak banget.
- Stop Sifat Sombong dan Manja. Orang yang gampang nyela makanan itu biasanya gampang ngeluh dan susah puas. Padahal, simple life itu bikin hati lebih tenang.
- Latih Empati. Dengan nahan komen jelek, kita belajar menghargai usaha orang lain dan bikin suasana jadi lebih chill dan damai.
Semua nilai ini nunjukkin kalau larangan mencela makanan itu bukan sekadar etika di meja makan, tapi training spiritual biar kita jadi pribadi yang lebih rendah hati dan full empati.
Mengamalkan Teladan Nabi di Era Modern
Di era socmed sekarang, sahabat pasti sering banget liat review makanan yang savage (pedas) di medsos. Banyak banget yang ngetik komen julid soal rasa makanan di resto, bahkan nyindir pedagang kecil tanpa mikir panjang. Sikap kayak gini jauh banget dari ajaran Rasulullah SAW.
Yuk, coba kita contoh beliau. Kalau makanan rasanya off dikit atau nggak sesuai ekspektasi, just stay quiet. Nggak perlu dijelek-jelekin. Kalaupun mau kasih masukan (misalnya ke pemilik resto langsung), sampaikan dengan lembut dan beradab. Dengan gitu, kita ikut ngejaga spirit larangan mencela makanan di tengah budaya digital yang serba reaktif ini.
Di rumah juga gitu, adab ini penting banget. Orang tua bisa ngajarin anak-anak buat menghargai makanan dari kecil. Misalnya, bilangin, “Kak, kalau nggak suka, nggak apa-apa nggak dihabisin, tapi jangan bilang nggak enak ya.” Simple, tapi ini akhlak Nabi yang wajib kita warisin.
Bukan Cuma Menahan Lisan, Tapi Juga Mengulurkan Tangan
Sahabat, saat kita sibuk menahan diri agar tidak mengeluh tentang makanan yang “kurang pas” di lidah, ada banyak saudara kita di luar sana yang sedang menahan lapar karena tidak ada makanan sama sekali.
Larangan mencela makanan adalah latihan bersyukur level pertama. Level selanjutnya? Mengubah rasa syukur itu menjadi aksi nyata.
Jika kita masih bisa memilih makanan (meski kadang tidak suka), itu adalah kemewahan. Yuk, salurkan rasa syukur kita untuk membantu mereka yang berjuang untuk sekadar makan hari ini. Yayasan Senyum Mandiri mengajak sahabat semua untuk berbagi kebahagiaan lewat program-program sedekah, wakaf, dan program lainnya.
Jangan biarkan piring mereka kosong saat piring kita penuh. Klik link di bawah ini untuk berbagi senyuman dan rezeki. Syukurmu hari ini adalah senyum mereka besok!
Untuk info & layanan donasi bisa hubungi kami ya, dengan klik di sini atau scan QR barcode di bawah
Kesimpulan
So, sahabat, pelajaran dari Rasulullah SAW soal larangan mencela makanan ini ngajarin kita kalau keimanan itu nggak cuma kelihatan dari ibadah gede kayak salat atau puasa. Iman kita juga tercermin dari hal-hal yang dianggap “remeh” kayak adab makan.
Diam ketika kita nggak suka (makanan) adalah tanda kedewasaan spiritual. Itu nunjukkin kalau kita menghargai rezeki, menghormati sesama, dan ngejaga lisan biar nggak nyakitin.
Semoga mulai hari ini, tiap kali kita stuck sama makanan yang nggak sesuai selera, kita ingat teladan Nabi kita. Kalau suka, makanlah dengan syukur. Kalau nggak suka, diamlah dengan beradab. Karena dalam diam itu, ada kebaikan, dan dalam kesederhanaan Rasulullah SAW, ada keindahan akhlak yang abadi.

“Menebar Sejuta Kebaikan”