Sahabat, pernah nggak sih kamu lihat jalan aspal yang baru aja resmi jadi sebulan, eh udah bolong-bolong lagi kayak kena meteor? Atau jembatan megah yang viral pas pembukaan, tapi beberapa tahun kemudian udah retak di sana-sini? Fenomena proyek pemerintah yang ‘asal jadi’ ini udah kayak ‘penyakit kronis’ yang bikin kita semua gemes sekaligus miris. Perasaan kecewa, marah, dan apatis campur aduk, “Duit pajak kita larinya ke mana, sih?“
Ini bukan cuma soal teknis, anggaran, atau politik, sahabat. Ini adalah soal moral dan spiritual yang mendalam. Dalam Islam, kualitas pekerjaan itu adalah cerminan dari iman dan amanah seseorang. Ajaran kita sangat menekankan sebuah konsep kerja yang super keren dan profesional, yaitu ‘itqan’.
Yuk, kita bedah tuntas kenapa kerja tidak profesional, apalagi dalam proyek publik yang menyangkut hajat hidup orang banyak, itu ‘haram’ dalam pandangan Islam dan gimana seharusnya standar seorang Muslim sejati dalam bekerja.
Apa Itu Itqan? Standar Emas Profesionalisme dalam Islam
Mungkin istilah itqan masih terdengar asing di telinga kita. Secara bahasa, itqan berarti kesempurnaan, ketelitian, dan penguasaan penuh terhadap sesuatu. Ini adalah level kerja tertinggi yang Rasulullah ﷺ langsung ajarkan dalam sabdanya:
“Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila mengerjakan sesuatu, ia melakukannya dengan itqan (sempurna, rapi, dan berkualitas).” (HR. Thabrani)
Coba perhatikan kata yang dipakai, “mencintai”. Bukan sekadar “menyukai” atau “memerintahkan”. Ini menunjukkan bahwa bekerja dengan totalitas dan kualitas terbaik adalah sebuah amalan yang bisa mendatangkan cinta Allah. Itqan adalah cerminan dari sifat ihsan, yaitu berbuat baik seolah-olah kita diawasi langsung oleh Allah. Bayangkan, jika setiap pekerjaan kita lakukan dengan mindset “Allah lagi ngelihat nih, malaikat lagi nyatet nih“, mana mungkin kita berani kerja asal-asalan?
Jadi, dalam kamus seorang Muslim, nggak ada tuh istilah “yang penting selesai” atau “sesuai budget (yang sudah disunat)”. Yang ada adalah “yang penting selesai dengan kualitas terbaik sesuai amanah”. Itqan mencakup tiga pilar utama yang tak terpisahkan:
- Niat yang Lurus. Bekerja sebagai ibadah untuk mencari ridha Allah, bukan sekadar mengejar keuntungan duniawi, tender, atau pujian manusia.
- Ilmu dan Keterampilan (Expertise). Menguasai bidang yang dikerjakan. Ini bukan soal sok tahu, tapi soal tanggung jawab untuk terus belajar dan meng-upgrade diri.
- Kesungguhan dalam Proses (Diligence). Memperhatikan setiap detail, tidak menyepelekan hal kecil, dan memastikan setiap tahapan pekerjaan dilakukan sesuai standar terbaik.
Jika salah satu dari tiga pilar ini goyah, maka pintu menuju kerja tidak profesional akan terbuka lebar.
Realita Pahit di Lapangan, Di Mana Prinsip Itqan?
Sayangnya, prinsip mulia ini seringkali absen dalam realita, terutama pada proyek-proyek pemerintah. Jalan retak, bangunan sekolah ambruk, trotoar ambyar. Kenapa fenomena kerja tidak profesional ini terus berulang? Biasanya, biang keroknya adalah kombinasi dari penyakit-penyakit kronis berikut:
- Korupsi & ‘Sunat’ Anggaran. Ini adalah penyakit paling parah dan akar dari segala masalah. Dana proyek yang seharusnya 100% untuk material dan pekerja, ‘bocor’ di tengah jalan. Akhirnya, spesifikasi material diturunkan, semen dikurangi, besi dikecilin. Ini bukan cuma curang, tapi zalim karena mengambil hak publik. Allah berfirman tentang pengkhianatan amanah: “…dan barangsiapa yang berkhianat…maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu…” (QS. Ali ‘Imran: 161). Ayat ini berlaku untuk segala bentuk pengkhianatan terhadap harta publik.
- Kejar Tayang Demi Seremonial. Proyek dipaksa selesai cepat demi target peresmian atau laporan akhir tahun. Kualitas dikorbankan demi citra sesaat. Ini adalah bentuk riya’ (pamer) dalam skala institusional yang mengabaikan kebermanfaatan jangka panjang.
- Pengawasan yang Lemah. Kurangnya pengawasan yang ketat dan independen membuat kontraktor nakal leluasa bermain-main dengan kualitas. Ini adalah kegagalan sistemik dalam menjalankan prinsip saling mengawasi dalam kebaikan.
- Mentalitas “Asal Bapak Senang”. Budaya kerja yang fokus pada laporan di atas kertas yang terlihat bagus, bukan pada kualitas nyata di lapangan. Ini adalah bentuk ketidakjujuran yang dilembagakan.
Efek Domino Kerja Tidak Profesional. Siapa Saja yang Jadi Korban?
Pekerjaan yang ‘asal jadi’ itu dampaknya merembet ke mana-mana, dan korbannya adalah kita semua:
- Kerugian Ekonomi. Negara harus keluar duit lagi buat perbaikan. Uang yang harusnya bisa buat bangun puskesmas baru di desa terpencil, malah habis buat nambal jalan yang itu-itu lagi. Ini adalah pemborosan yang akan dipertanggungjawabkan.
- Membahayakan Nyawa. Ini yang paling fatal. Jembatan yang ambruk, gedung yang roboh, atau drainase yang memicu banjir bisa merenggut nyawa orang yang tidak bersalah.
- Hilangnya Kepercayaan Publik. Rakyat jadi apatis dan nggak percaya lagi sama pemerintah. Muncul sinisme yang merusak hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin.
- Dosa Jariyah bagi Pelaku. Pelaku kerja tidak profesional akan menanggung dosa yang terus mengalir selama hasil kerjanya yang buruk itu masih ada dan merugikan orang lain. Jembatan retak yang ia bangun akan menjadi saksi bisu kejahatannya hingga puluhan tahun ke depan.
DNA Seorang Pekerja Muslim
Islam sudah menetapkan standar yang jelas agar hasil kerja kita berkualitas dan berkah. Ini adalah ‘DNA’ yang seharusnya setiap pekerja Muslim itu punya, baik sebagai PNS, kontraktor, maupun profesi lainnya:
- Amanah. Sadar bahwa setiap pekerjaan, jabatan, dan anggaran adalah titipan dari Allah yang akan dipertanggungjawabkan hingga detail terkecil. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58)
- Profesional (Ahli di Bidangnya). Nggak asal terima proyek atau jabatan. Harus punya ilmunya. Rasulullah ﷺ sudah mengingatkan, “Jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya.” (HR. Bukhari). Jelas banget, kan? Proyek konstruksi harus seorang insinyur sipil yang megang, bukan “tim sukses”.
- Transparan. Nggak ada yang ditutup-tutupi, terutama soal anggaran dan material. Jujur adalah kunci.
- Konsisten. Standar kualitas nggak boleh turun meskipun nggak ada yang ngawasin atau saat udah mepet deadline.

Belajar dari Kejayaan Masa Lalu. Bukti Nyata Proyek Penuh Itqan
Kalau mau lihat contoh nyata prinsip itqan, kita bisa tengok sejarah peradaban Islam.
- Khalifah Umar bin Khattab. Beliau terkenal sangat detail. Pernah suatu ketika beliau memikul sendiri sekarung gandum untuk rakyat miskin karena merasa bertanggung jawab langsung. Untuk proyek publik, beliau tidak segan turun langsung memastikan kualitasnya.
- Peradaban Andalusia. Meninggalkan istana Al-Hambra, Masjid Cordoba, dan sistem irigasi canggih yang arsitekturnya presisi dan keindahannya bertahan ribuan tahun. Ini bukan hasil kerja semalam, tapi buah dari perencanaan matang dan eksekusi yang sempurna.
- Kekhalifahan Utsmani. Membangun masjid-masjid megah seperti Blue Mosque yang kokoh dan jadi ikon hingga hari ini, menunjukkan penguasaan arsitektur dan seni yang luar biasa.
Sejarah membuktikan, saat prinsip itqan dipegang teguh, hasil kerja nggak cuma bermanfaat, tapi jadi warisan peradaban.
Itqan Itu Bukan Cuma Urusan Proyek Besar, tapi Urusan Kita Juga
Prinsip kerja tidak profesional ini jangan-jangan ada juga di level personal kita.
- Seorang desainer grafis yang bikin logo asal-asalan demi cepat selesai.
- Seorang penulis yang artikelnya penuh typo karena malas proofread.
- Seorang admin medsos yang upload konten tanpa riset dulu.
Kalau di level individu kita sudah terbiasa kerja setengah hati, jangan kaget kalau di level negara ini jadi budaya. Perubahan besar selalu berawal dari kesadaran individu.
Baca Juga: Yuk, Kenali 7 Ciri Orang Zalim Yang Sering Nggak Kita Sadari
Kerja ‘Asal Jadi’ Adalah Pengkhianatan Amanah
Sahabat, fenomena proyek pemerintah yang kerja tidak profesional adalah cerminan dari krisis amanah dan pengabaian terhadap perintah Rasulullah ﷺ untuk bekerja secara itqan. Ini bukan cuma kerugian duniawi, tapi juga masalah besar di akhirat.
Membangun bangsa ini butuh lebih dari sekadar anggaran dan rencana. Butuh kesungguhan, kejujuran, dan rasa takut kepada Allah dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan. Karena setiap jengkal aspal dan setiap batu bata yang kita pasang akan menjadi saksi di hadapan-Nya.
Bosan dengan yang ‘Asal Jadi’? Dukung yang Amanah & Profesional!
Di tengah kekecewaan kita melihat proyek yang ‘asal jadi’, kita butuh contoh nyata di mana pemimpin menjalankan amanah publik dengan prinsip itqan. Kami memastikan setiap rupiah dari sahabat akan kami kelola secara profesional dan transparan untuk memberikan hasil terbaik.
Di Yayasan Senyum Mandiri, kami berikhtiar untuk menjadi teladan itu. Bagi kami, setiap donasi yang sahabat titapkan adalah ‘proyek akhirat’ yang harus kami kerjakan dengan itqan.
- Amanah & Transparan. Kami memastikan bantuanmu sampai dengan tepat sasaran dan melaporkannya secara berkala agar kamu bisa ‘mengawasi’ langsung pekerjaan kami.
- Profesional & Berkualitas. Kami menyusun semua program kami, mulai dari beasiswa pendidikan hingga pemberdayaan ekonomi, dengan perencanaan matang agar memberi dampak jangka panjang, bukan sekadar bantuan sesaat yang ‘asal jadi’.
Kami tidak membangun jembatan fisik, tapi kami sedang membangun ‘jembatan’ masa depan untuk anak-anak yatim dan dhuafa. Sebuah ‘proyek’ yang kami kerjakan dengan sepenuh hati karena kami tahu, Allah Maha Melihat.
Yuk, dukung lembaga yang berkomitmen pada kualitas dan amanah! Salurkan zakat, infaq, dan sedekahmu melalui Senyum Mandiri. Mari kita tunjukkan bersama bahwa saat kita melakukan pekerjaan dengan itqan dan niat karena Allah, kita akan menghasilkan karya terbaik yang membawa senyuman dan keberkahan.
Klik Disini atau scan QR Barcode dibawah untuk informasi lebih lanjut

“Menebar Sejuta Kebaikan”