Sahabat, pernah ngerasa nggak, udah kerja banting tulang, eh penghasilan kepotong banyak banget sama pajak? Di satu sisi, kita tahu pajak itu penting buat negara. Tapi di sisi lain, kalau potongannya bikin kita jadi susah napas buat kebutuhan sehari-hari, itu masih adil nggak, sih? Nah, Islam ternyata punya ‘timbangan’ yang jelas banget soal ini. Ada batasan tegas antara pajak yang adil dan pajak memberatkan rakyat yang masuk kategori zalim. Yuk, kita bedah bareng-bareng biar kita paham hak dan kewajiban kita sebagai warga sekaligus hamba Allah.
Kebutuhan Negara vs. ‘Napas’ Rakyat
Pajak itu ibarat ‘iuran’ warga buat bayar fasilitas publik seperti jalanan mulus, sekolah, rumah sakit, dll. Kebutuhan ini diakui dalam Islam. Tapi, Islam juga memberikan peringatan super keras kepada para pemimpin agar tidak menzalimi rakyatnya. Rasulullah ﷺ pernah berdoa:
“Ya Allah, barangsiapa yang mengurusi urusan umatku lalu ia menyusahkan mereka, maka susahkanlah ia…” (HR. Muslim)
Hadis ini jadi pengingat bahwa kebijakan negara, termasuk pajak, tidak boleh sampai membuat rakyat sengsara.
Baca Juga: Pajak Naik Lagi, Wajib Bayar atau Boleh Protes? Ini Jawaban Hukum Pajak Islam
Ini ‘Red Flag’ Pajak yang Menindas (Zalim)
Islam nggak menolak konsep pajak, tapi menentang keras kezalimannya. Sebuah kebijakan pajak bisa dianggap zalim jika punya ciri-ciri ini:
- Tarifnya ‘Nggak Ngotak’, Gak Sesuai Kemampuan, tarif yang terlalu tinggi dan nggak melihat kondisi ekonomi rakyat bisa bikin orang jatuh miskin.
- Nggak Adil, yang Kaya & Miskin Dipukul Rata. Pajak yang adil itu progresif. Semakin besar penghasilan, semakin besar pajaknya. Kalau pemerintah justru menekan yang kecil lebih keras, itu namanya nggak adil.
- Bikin Rakyat Susah Makan & Bayar Sekolah. Ini red flag paling utama. Kalau gara-gara bayar pajak, orang jadi nggak bisa memenuhi kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan, pendidikan), berarti kebijakan itu sudah melenceng jauh.
- Duitnya Nggak Jelas ke Mana, Malah Dikorupsi. “Kezaliman terbesar adalah saat rakyat sudah patuh membayar, tapi oknum pejabat malah menyalahgunakan uangnya.” Ini adalah pengkhianatan amanah.

Peringatan Keras dari Islam untuk Pemimpin Zalim
Al-Qur’an dan hadis penuh dengan peringatan bagi pemimpin yang sewenang-wenang. Allah SWT berfirman:
“Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim…” (QS. Ibrahim: 42)
Sikap Khalifah Umar bin Khattab bisa jadi tamparan keras. Beliau pernah berkata, “Seandainya seekor keledai terperosok di jalanan Irak, aku takut Allah akan menanyaiku kenapa aku tidak meratakan jalan untuknya.” Kalau soal keledai saja beliau sebegitu pedulinya, apalagi soal kesejahteraan manusia.
Meneladani Para Khalifah yang Meringankan Pajak Saat Rakyatnya Susah
Sejarah Islam mencatat para pemimpin yang super bijak dalam urusan pajak. Mereka nggak kaku, tapi fleksibel melihat kondisi rakyatnya.
- Umar bin Khattab. Saat terjadi musim paceklik parah, beliau menangguhkan penarikan zakat (apalagi pajak!) dan justru sibuk mengirim bantuan pangan ke daerah-daerah terdampak.
- Umar bin Abdul Aziz. Begitu beliau menjabat sebagai khalifah, beliau langsung ‘memangkas’ berbagai pungutan yang tidak perlu dan memberatkan rakyat. Hasilnya? Kesejahteraan meroket sampai sulit mencari orang miskin.
Mereka mengajarkan kita bahwa kebijakan itu harus punya hati dan mata, bisa melihat kapan rakyat sedang sulit dan kapan mereka lapang.
Jadi, Seperti Apa Pajak yang Adil Itu?
Singkatnya, pajak yang adil itu:
- Proporsional. Sesuai kemampuan bayar.
- Transparan. Kita tahu uangnya dipakai untuk apa.
- Bermanfaat. Hasilnya benar-benar dirasakan publik (pendidikan, kesehatan, dll).
- Fleksibel. Ada keringanan saat terjadi krisis atau bencana.
Jika pajak memberatkan rakyat, jelas itu bertentangan dengan prinsip-prinsip ini.
Kesimpulan
Sahabat, membangun negara memang butuh dana. Tapi, cara mengumpulkannya harus selaras dengan nilai-nilai keadilan dan kasih sayang. Pajak memberatkan rakyat hanya akan mengikis kepercayaan dan melahirkan ketidakpuasan. Sebaliknya, pajak yang adil dan amanah akan menjadi fondasi kesejahteraan bersama.
Sebagai Muslim, Islam mengajarkan kita untuk taat pada pemimpin dalam hal yang ma’ruf (baik), tapi juga berani menyuarakan kebenaran dengan cara yang beradab jika melihat kezaliman.
Saat Sistem Terasa Berat, Mari Bangun Jaring Pengaman Sosial Kita Sendiri!
Sahabat, sementara kita berharap dan menyuarakan agar sistem pajak negara kita menjadi lebih adil, semangat kepedulian sosial tidak boleh menunggu.
Islam mengajarkan kita untuk tidak hanya menjadi warga negara yang kritis, tapi juga menjadi hamba Allah yang proaktif dalam menolong sesama. Ada ‘pajak hati’ yang kita bayarkan langsung kepada Allah, yaitu zakat dan sedekah.
Di Yayasan Senyum Mandiri, kami menjadi ‘baitul mal’ mini yang amanah, menyalurkan langsung ‘pajak hati’-mu kepada mereka yang paling membutuhkan. Di sini, kamu bisa melihat secara transparan ke mana setiap rupiahmu pergi.
Saat sistem terkadang terasa tidak adil, sedekah adalah cara kita mengambil kendali dan menciptakan keadilan versi kita sendiri. Kita tidak bisa memperbaiki seluruh sistem sendirian, tapi kita bisa memastikan satu anak yatim bisa sekolah hari ini, atau satu keluarga dhuafa bisa makan malam ini.
Yuk, jangan biarkan rasa frustrasimu pada sistem memadamkan semangat berbagimu! Sempurnakan peranmu dengan menyalurkan zakat & sedekah melalui Senyum Mandiri. Mari kita bangun jaring pengaman sosial kita sendiri, dari kita, untuk kita.
Klik Disini atau scan QR Barcode dibawah untuk informasi lebih lanjut

“Menebar Sejuta Kebaikan”