Skandal Wadah MBG Haram Terjadi, Di Mana Amanah Pemimpin dalam Islam?

Sahabat, bayangkan rasa syukur seorang orang tua saat anaknya menerima program gizi dari pemerintah, yang seharusnya menjadi wujud nyata amanah pemimpin dalam islam. Akan tetapi, bayangkan bagaimana rasa syukur itu seketika hancur dan terasa seperti bara di tenggorokan saat sebuah berita mengungkap wadah makan tersebut terbuat dari bahan berbahaya atau haram. Seketika itu juga, setiap suapan yang telah masuk ke perut sang anak berubah menjadi sumber kekhawatiran yang mendalam: “Apakah anakku baik-baik saja, dan bagaimana pertanggungjawabanku di hadapan Allah?

Ini bukan sekadar skandal pengadaan barang, sahabat. Ini adalah skandal kepercayaan. Sebuah pengkhianatan terhadap amanah yang paling mendasar, yaitu melindungi anak-anak, generasi penerus bangsa. Di balik isu teknis soal plastik food grade atau sertifikasi halal, tersimpan pertanyaan yang jauh lebih dalam tentang Amanah pemimpin dalam islam. Ini bukan lagi soal kelalaian, tapi soal kezaliman yang korbannya adalah mereka yang paling polos dan tak berdaya.

Amanah & Mas’uliyyah

Dalam Islam, kepemimpinan dan setiap jabatan publik adalah sebuah amanah (kepercayaan) yang diiringi dengan mas’uliyyah (pertanggungjawaban). Ini bukan sekadar istilah, tapi sebuah konsep fundamental. Allah SWT berfirman:

“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (QS. An-Nisa: 58)

Ayat ini adalah ‘SOP’ dasar bagi setiap pemangku kebijakan. Setiap rupiah uang rakyat adalah amanah. Setiap program yang dijalankan adalah amanah. Memastikan setiap detail program termasuk hal ‘sepele’ seperti kualitas wadah makanan adalah bagian tak terpisahkan dari amanah tersebut.

Rasulullah ﷺ mempertegasnya dengan sebuah hadis yang seharusnya menjadi pengingat harian bagi setiap pemimpin:

“Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari & Muslim)

Dengan landasan ini, Amanah pemimpin dalam islam bukanlah jargon politik yang para politisi ucapkan saat kampanye, melainkan sebuah standar sistemik yang harus kita tanamkan dalam setiap proses, mulai dari perencanaan anggaran, penyusunan spesifikasi tender, hingga audit di lapangan.

Baca Juga: Ini Pertanggungjawaban Pemimpin di Akhirat yang Bikin Merinding

Maqashid Syariah

Dalam kerangka Maqashid al-Syariah (tujuan-tujuan utama syariat), skandal “wadah haram” ini langsung melanggar dua tujuan pokok:

  1. Hifzh ad-Dīn (Menjaga Agama): Jika wadah terbukti mengandung unsur najis atau turunan hewan haram, maka ia merusak kesucian akidah seorang Muslim. Memberi makan anak-anak dengan sesuatu yang haram, sadar atau tidak, adalah sebuah kejahatan terhadap agama mereka.
  2. Hifzh an-Nafs (Menjaga Jiwa/Kehidupan): Jika wadah terbuat dari bahan kimia berbahaya yang bisa bermigrasi ke makanan, maka ia merusak kesehatan dan mengancam jiwa.

Ketika skandal ini menghantam dua pilar utama syariat sekaligus, maka ini bukan lagi sekadar kelalaian teknis. Ini adalah sebuah kerusakan ganda (fasad murakkab) terhadap amanah publik.

Data global menegaskan betapa seriusnya isu keamanan pangan. WHO mencatat, 1 dari 10 orang di dunia jatuh sakit setiap tahun karena makanan yang tidak aman. Anak-anak di bawah 5 tahun menanggung 40% dari beban penyakit ini. Ini membuktikan bahwa wadah dan keamanan pangan adalah urusan nyawa.

Kenapa Wadah Itu Sepenting Isinya?

Saat kita bicara soal halal, pikiran kita seringkali terbatas pada bahan makanannya, misalnya apakah seseorang menyembelih dagingnya sesuai syariat, tidak ada campuran alkohol, dan lain-lain. Padahal, dalam Sistem Jaminan Halal (SJH) yang LPPOM MUI tetapkan, ruang lingkupnya jauh lebih luas. Lebih spesifiknya, sistem ini mencakup seluruh rantai pasok, termasuk bahan kemasan primer yang bersentuhan langsung dengan makanan. Artinya, plastik, kertas, atau lapisan kaleng tidak boleh mengandung najis, turunan hewan haram, atau zat yang merusak.

Dari sisi keamanan, Indonesia punya payung hukum yang tegas melalui Peraturan BPOM No. 20 Tahun 2019 tentang Kemasan Pangan. Peraturan ini mengatur secara detail bahan apa saja yang boleh dan tidak boleh bersentuhan dengan makanan, serta batas migrasi zat kimia yang peraturan tersebut izinkan. Bahkan secara global, lembaga seperti European Food Safety Authority (EFSA) terus memperketat ambang batas aman untuk zat seperti Bisfenol A (BPA), menunjukkan betapa seriusnya dunia internasional memandang isu ini.

Di titik inilah, memilih wadah yang halal dan aman bukan lagi soal selera atau budget, melainkan konsekuensi logis dari Amanah pemimpin dalam islam yang menuntut kehati-hatian tertinggi (ihtiyath) terhadap nyawa dan akidah generasi penerus.

Jika Skandal Ini Terbukti, Ini yang Seharusnya Terjadi

Sahabat, saat krisis kepercayaan seperti ini muncul, tindakan reaktif dan transparan adalah satu-satunya cara untuk memulihkannya. Jika indikasi pelanggaran ini benar, maka pemegang amanah yang bertanggung jawab wajib menempuh langkah-langkah minimal berikut:

  1. Recall & Investigasi Total Rantai Pasok: Tarik seluruh produk wadah yang bermasalah dari peredaran. Lakukan uji laboratorium oleh pihak ketiga yang independen. Lacak pemasoknya, importirnya, hingga ke pabriknya. Transparansi di sini adalah harga mati.
  2. Audit Forensik Spesifikasi & Kontrak: Buka kembali dokumen tender. Cocokkan spesifikasi yang diminta dengan barang yang diterima di lapangan. Jika ada perbedaan, ini bukan lagi kelalaian, tapi indikasi penipuan atau korupsi.
  3. Publikasi Hasil Uji secara Terbuka: Umumkan hasil laboratorium secara jujur kepada publik, dengan bahasa yang mudah dipahami. Jelaskan risikonya tanpa menimbulkan kepanikan.
  4. Sanksi Tegas dan Berjenjang: Berikan sanksi yang setimpal, mulai dari pemutusan kontrak, blacklist vendor, hingga menyeret oknum yang terlibat ke ranah pidana jika ada unsur kesengajaan dan korupsi.
  5. Pemulihan & Pendampingan bagi Korban: Sediakan fasilitas pemeriksaan kesehatan gratis bagi anak-anak yang terdampak. Berikan konsultasi gizi dan pendampingan psikologis bagi orang tua yang cemas. Ini adalah bentuk tanggung jawab moral.
  6. Rombak Total SOP Pengadaan: Susun ulang Standar Operasional Prosedur (SOP) pengadaan barang, dengan memasukkan klausul wajib sertifikat halal, hasil uji migrasi, dan audit mendadak.

Rangkaian langkah ini adalah manifestasi praktis dari Amanah pemimpin dalam islam, dengan melindungi publik, menutup celah kezaliman, dan menegakkan keadilan.

Ghulul: Dosa Pengkhianatan Harta Publik yang Mengerikan

Al-Qur’an menggunakan istilah yang sangat keras untuk tindakan korupsi atau pengkhianatan terhadap harta publik: ghulul.

“…Barangsiapa yang berkhianat (dalam urusan rampasan perang), maka pada hari kiamat ia akan datang membawa apa yang dikhianatkannya itu…” (QS. Ali ‘Imran: 161)

Dalam konteks modern, ghulul mencakup tindakan mengakali spesifikasi tender, mark-up harga untuk barang murahan, atau menerima ‘komisi’ dari vendor yang tidak berkualitas. Ini bukan hanya dosa administratif, tapi dosa yang bebannya akan dipikul dan dipertontonkan di hari kiamat. Kita perlu menyebutnya apa adanya, jika ada yang sengaja memasok wadah tak halal atau tak aman demi keuntungan pribadi, itu adalah ghulul, sebuah pengkhianatan keji terhadap amanah negara dan anak-anak bangsa.

Panduan Praktis untuk Penyelenggara Program

Agar kejadian serupa tak terulang, sahabat yang mungkin terlibat dalam ekosistem program gizi anak bisa menerapkan checklist ini:

  • Spesifikasi Teknis yang “Anti-Celah”. Cantumkan dengan sangat detail jenis bahan (misalnya, wajib PP #5, stainless steel food grade 304), standar bebas BPA/ftalat, dan bukti uji migrasi dari laboratorium terakreditasi.
  • Wajibkan Bukti Kepatuhan. Jangan percaya klaim brosur. Minta Certificate of Analysis (CoA) dan sertifikat halal yang masih aktif dan terverifikasi.
  • Uji Sampel Sebelum Bayar Penuh. Terapkan acceptance sampling. Pembayaran termin terakhir hanya cair jika sampel acak dari barang yang datang lolos uji laboratorium.
  • Buat Daftar Hitam Vendor Nakal. Sanksi tegas dan publikasikan vendor-vendor yang pernah bermasalah agar tidak dipakai lagi di proyek lain.
  • Edukasi Petugas Lapangan. Petugas di gudang dan sekolah harus dilatih cara menyimpan dan merawat wadah dengan benar agar tetap higienis.
  • Utamakan Vendor Lokal. Jangan tergiur dengan harga impor yang lebih murah padahal kualitasnya belum tentu dapat dipercaya, belum lagi jika vendor tersebut diam-diam membohongi konsumennya.

Kepatuhan terhadap detail-detail ini adalah wujud konkret dari Amanah pemimpin dalam islam di tingkat operasional.

Peran Orang Tua & Sekolah

Sambil menunggu perbaikan sistem dari atas, kita di level akar rumput tidak boleh diam. Orang tua dan pihak sekolah bisa menjadi garda terdepan perlindungan:

  • Cek Label & Simbol: Ajari diri kita untuk mengenali simbol food grade, kode resin plastik yang aman (terutama PP #5), dan hindari kemasan yang berbau kimia menyengat.
  • Waspadai Panas & Lemak: Makanan yang panas, berminyak, atau asam dapat mempercepat migrasi zat kimia. Pastikan wadah yang digunakan memang didesain untuk makanan panas.
  • Laporkan Kejanggalan: Jika menemukan wadah yang terlihat aneh, rapuh, atau berbau, jangan ragu untuk melaporkannya ke pihak sekolah atau dinas terkait. Suara kita sangat berarti.

Langkah-langkah kecil ini membantu menutup celah kezaliman sambil mendorong penyelenggara program untuk menyempurnakan amanah mereka.

Penutup

Sahabat, krisis “wadah haram” ini adalah sebuah cermin besar yang memaksa kita untuk berkaca. Ia menunjukkan betapa krusialnya Amanah pemimpin dalam islam dalam setiap detail kebijakan publik. Islam telah memberi kita pagar yang sangat kuat: jangan berkhianat pada amanah, jaga jiwa, jaga agama, dan tunaikan hak rakyat dengan sempurna.

Mari kita jadikan momentum ini sebagai titik balik. Kita dorong kebijakan yang transparan, kita kawal pengadaan yang teliti, dan kita bangun budaya yang tidak pernah kompromi pada kualitas dan kehalalan. Karena di setiap suapan yang aman dan halal, ada generasi emas yang sedang kita siapkan untuk masa depan.

Saat Amanah Negara Goyah, Amanah Umat Harus Kokoh

Skandal seperti ini wajar membuat kita kecewa dan bertanya-tanya, “Lalu, siapa yang bisa kita percayai?” Di tengah kegaduhan ini, penting bagi kita untuk tidak kehilangan harapan dan terus menyalurkan kepedulian melalui jalan yang kita yakini amanah.

Jika program dari dana negara terkadang masih memiliki celah, maka program yang lahir dari dana umat (zakat, infaq, sedekah) harus menjadi teladan dalam hal amanah dan profesionalisme.

Di Yayasan Senyum Mandiri, kami memegang amanah sebagai nilai tertinggi. Bagi kami, setiap donasi yang sahabat titipkan adalah ‘proyek akhirat’ yang harus kami kerjakan dengan standar terbaik (itqan).

Kami tidak bisa memperbaiki seluruh sistem negara sendirian. Tapi kami bisa memastikan bahwa ‘program gizi’ yang lahir dari hatimu, sampai ke tangan anak-anak yatim dan dhuafa dalam bentuk yang paling berkah dan amanah.

Yuk, jangan biarkan kekecewaanmu memadamkan semangat berbagimu! Salurkan kepedulianmu melalui lembaga yang bisa kamu percaya. Mari kita tunjukkan bersama bahwa amanah yang lahir dari iman akan selalu menghasilkan kebaikan yang sempurna.

Klik Disini atau scan QR Barcode dibawah ini untuk informasi lebih lanjut

Barcode Nomer CS 2025 (Yuli)

“Menebar Sejuta Kebaikan”

Tinggalkan komentar