Sahabat, pernah lihat satu liang lahat yang nisannya ada dua atau lebih? Fenomena ‘makam tumpuk’ ini makin sering kita temui, terutama di kota besar yang lahannya makin sempit dan mahal. Banyak keluarga akhirnya memilih opsi ini biar makam keluarga nggak kepisah-pisah atau karena keterbatasan biaya. Tapi, pertanyaannya, gimana sih sebenarnya hukum menumpuk makam dalam Islam? Boleh nggak, sih? Atau malah dilarang? Yuk, kita telusuri jawabannya biar nggak salah kaprah.
Realita di Kota Besar. Saat Lahan Makam Jadi ‘Barang Langka’
Faktanya, di kota-kota kayak Jakarta, nyari lahan makam baru itu susahnya minta ampun dan harganya selangit. Ini bukan lagi soal tradisi, tapi soal keterbatasan yang nyata. Kondisi inilah yang membuat banyak keluarga bertanya-tanya tentang solusi menumpuk jenazah dalam satu liang lahat.
Aturan Dasarnya Itu Satu Orang, Satu Liang Lahat
Pada dasarnya, Islam sangat memuliakan jenazah. Idealnya, setiap orang mendapatkan satu liang lahat sendiri. Ini adalah hak jenazah dan udah dicontohin sejak zaman Nabi ﷺ. Menjaga kehormatan jenazah dengan memberikan tempat peristirahatan yang layak adalah bagian dari ajaran Islam.
Tapi, Islam itu agama yang realistis dan penuh rahmat. Fiqih (hukum Islam) itu fleksibel dan ngasih solusi saat ada kondisi darurat. Seperti firman Allah SWT:
“…Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu…” (QS. Al-Baqarah: 185)
Prinsip kemudahan inilah yang membuka ruang bagi pembahasan hukum menumpuk makam.
Lampu Hijau dari Ulama. Boleh, Tapi Ada Syaratnya
Mayoritas ulama dari empat mazhab besar (Syafi’i, Hanafi, Maliki, Hanbali) mengharamkan penumpukan jenazah dalam satu liang lahat, KECUALI dalam kondisi darurat.
Kondisi ‘Darurat’ Itu Seperti Apa Aja, Sih?
- Lahan pemakaman baru benar-benar sudah tidak tersedia atau sangat sulit didapat.
- Terjadi bencana alam, perang, atau wabah penyakit yang menyebabkan korban meninggal sangat banyak dalam waktu singkat.
- Keluarga tidak memiliki kemampuan finansial sama sekali untuk membeli lahan baru.
Jika menghadapi salah satu kondisi darurat, para ulama mensyaratkan beberapa hal penting berikut:
- Harus ada sekat, jenazah tidak boleh saling bersentuhan langsung. Harus ada pemisah seperti papan kayu atau lapisan tanah yang cukup tebal di antara jenazah yang lama dan yang baru.
- Urutan yang benar. Jika Anda menumpuk jenazah laki-laki dan perempuan (mahram), letakkan jenazah laki-laki di bagian bawah.
- Izin keluarga. Harus ada izin dan kerelaan dari ahli waris jenazah yang sudah dimakamkan lebih dulu.
- Ikuti aturan lokal. Tidak melanggar peraturan pemerintah daerah setempat mengenai pemakaman.
Contoh dari Zaman Nabi, Seperti Kisah Para Syuhada Uhud
Praktik ini ternyata bukan hal baru. Di masa Rasulullah ﷺ, tepatnya setelah Perang Uhud, jumlah syuhada yang gugur sangat banyak. Karena kondisi darurat, Rasulullah ﷺ akhirnya memakamkan dua hingga tiga orang sahabat dalam satu liang lahat. Saat itu, beliau mendahulukan jenazah yang paling banyak hafalan Al-Qur’an-nya untuk diletakkan di posisi paling utama.
Kisah ini membuktikan bahwa hukum menumpuk makam menjadi boleh dalam situasi tertentu, selama kita tetap menjaga adab dan penghormatan terhadap jenazah.
Baca Juga: Kisah Perang Uhud, Saat Kaum Kafir Quraisy Balas Dendam atas Kekalahan Perang Badar
Perbedaan Detail Antar Mazhab
Walaupun intinya sama (boleh saat darurat), ada sedikit perbedaan teknis antar mazhab. Ada yang lebih ketat, ada yang lebih longgar dalam mendefinisikan ‘darurat’. Oleh karena itu, jika sahabat menghadapi situasi ini, sangat dianjurkan untuk berkonsultasi langsung dengan ustadz atau lembaga fatwa yang dipercaya di lingkunganmu.
Bukan Cuma Soal Hukum, tapi Juga Soal Hati
Di luar perdebatan fiqih, ada sisi emosional yang nggak bisa kita abaikan. Keinginan untuk dimakamkan berdekatan dengan orang-orang terkasih itu sangat manusiawi. Islam memahami perasaan ini dan tidak melarangnya, selama caranya tetap sesuai dengan koridor syariat.
Saran Praktis buat Sahabat
- Rencanakan dari jauh-jauh hari. Jika memungkinkan, merencanakan pemakaman keluarga selagi sehat bisa mengurangi beban di kemudian hari.
- Ngobrolin wasiat pemakaman. Komunikasikan keinginan tentang pemakaman dengan keluarga agar tidak ada kebingungan atau konflik.
- Konsultasi dengan ahlinya. Jangan ragu bertanya pada ustadz dan pengurus makam jika dihadapkan pada situasi darurat.
- Bikin ‘Surat Perjanjian’ biar gak ribut. Jika makam keluarga dimiliki bersama, buat kesepakatan tertulis untuk menghindari perselisihan antar generasi.
Kesimpulan
Sahabat, pada akhirnya hukum menumpuk makam bukanlah soal hitam-putih “boleh” atau “tidak”. Ini adalah tentang bagaimana kita menjaga adab dan memuliakan jenazah di tengah keterbatasan dunia.
Saat dihadapkan pada keputusan ini, jangan terburu-buru menghakimi. Pahami konteksnya, cari ilmunya, dan utamakan ruh syariat, yaitu menjaga kehormatan manusia, baik saat ia hidup maupun setelah berpulang.
Membantu Memuliakan Jenazah Hingga Peristirahatan Terakhir
Sahabat, kita mungkin beruntung masih bisa memikirkan dan merencanakan pemakaman keluarga. Tapi di luar sana, banyak saudara kita yang jangankan untuk membeli lahan, untuk biaya kain kafan dan prosesi pemakaman yang layak pun sangat kesulitan.
Di Yayasan Senyum Mandiri, kami memiliki program bantuan pengurusan jenazah bagi kaum dhuafa. Kami percaya bahwa setiap Muslim berhak mendapatkan penghormatan terakhir yang layak, sesuai syariat, tanpa membebani keluarga yang sedang berduka.
Saat kita membantu memuliakan jenazah orang lain, kita tidak hanya meringankan beban sebuah keluarga, tapi juga melakukan amal jariyah yang pahalanya besar.
Yuk, sempurnakan kepedulian kita. Salurkan donasi terbaikmu melalui Senyum Mandiri untuk membantu mereka yang membutuhkan pengurusan jenazah yang layak. Jadikan ini cara kita memuliakan sesama, baik yang masih hidup maupun yang telah berpulang.
Klik Disini atau scan QR Barcode dibawah untuk informasi lebih lanjut

“Menebar Sejuta Kebaikan”