Waspada, Ini 7 Tanda-Tanda Istidraj yang Mungkin Nggak Kamu Sadari

Tanda-Tanda Istidraj – Sahabat, pernah nggak sih ngerasa hidup lagi mulus-mulusnya? Rezeki lancar jaya, karier menanjak, apa yang dipengenin kayaknya gampang banget tercapai. Tapi anehnya, di sisi lain, ibadah kok rasanya makin berat, ya? Buat shalat aja rasanya mager banget.

Nah, kalau kamu pernah ngalamin ini, kita perlu waspada, nih. Jangan-jangan, kita lagi berada dalam fase yang namanya istidraj.

Apaan tuh istidraj? Gampangnya gini, istidraj itu semacam “jebakan nikmat” dari Allah SWT. Allah memberikan kita kenikmatan duniawi yang melimpah ruah, padahal kita lagi asyik berbuat maksiat dan jauh dari-Nya. Tujuannya bukan karena Allah sayang, tapi justru sebagai ujian berat yang bisa bikin kita makin lupa diri, makin jauh dari tobat, sampai akhirnya terjerumus ke jurang kebinasaan. Na’udzubillahi min dzalik.

Fenomena ini super bahaya, sahabat. Soalnya, orang yang ngalamin seringnya nggak sadar. Mereka malah mikir, “Ah, hidup gue baik-baik aja kok. Rezeki lancar, artinya Allah ridha dong sama gue.” Padahal, bisa jadi itu adalah red flag alias peringatan keras dari Allah.

Biar kita nggak salah kaprah dan bisa lebih mawas diri, yuk kenali bareng 7 tanda-tanda istidraj ini!

1. Rezeki Ngalir Deras, tapi Ibadah Makin Kendor

Sahabat, punya harta melimpah, bisnis untung gede, atau baru aja dapet promosi jabatan itu emang patut disyukuri. Tapi, coba deh kita jujur sama diri sendiri. Kalau semua kenikmatan itu datang berbarengan dengan rasa malas ibadah yang luar biasa, ini bisa jadi tanda-tanda istidraj yang pertama.

    Coba direnungkan, lebih excited mana: ngejar deadline proyek sampai begadang, atau ngejar saf pertama di masjid? Kalau semangat kita buat urusan dunia jauh lebih membara daripada semangat buat akhirat, sementara Allah menambah rezeki duniawi, hati-hati sahabat. Allah SWT berfirman:

    فَلَمَّا نَسُوا۟ مَا ذُكِّرُوا۟ بِهِۦ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَٰبَ كُلِّ شَىْءٍ حَتَّىٰٓ إِذَا فَرِحُوا۟ بِمَآ أُوتُوٓا۟ أَخَذْنَٰهُم بَغْتَةً فَإِذَا هُم مُّبْلِسُونَ

    “Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” (QS. Al-An’am: 44)

    Ayat ini jelas banget, kan? Kesenangan yang dibukakan lebar-lebar saat kita lupa sama Allah itu bukanlah anugerah, melainkan jebakan.

    2. Hidup Mulus Tanpa Ujian, Padahal Dosa Jalan Terus

    Setiap dari kita pasti pernah khilaf dan berbuat dosa. Itu manusiawi. Tapi, salah satu cara Allah menunjukkan sayangnya adalah dengan memberikan kita ujian bisa berupa sakit, musibah kecil, atau masalah hidup lainnya. Tujuannya? Biar kita “terjaga”, sadar, dan akhirnya kembali mendekat pada-Nya.

      Nah, yang bahaya adalah kalau hidup kita terasa adem ayem, lurus-lurus aja, nggak pernah sakit, nggak pernah kena masalah, padahal kita sadar betul masih sering melakukan dosa tanpa ada rasa bersalah. Jangan buru-buru seneng, sahabat. Itu bisa jadi tanda-tanda istidraj.

      Rasulullah SAW bersabda:

      “Jika engkau melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba yang terus berbuat maksiat, maka waspadalah, karena itu sejatinya adalah istidraj.” (HR. Ahmad)

      Ujian itu ibarat sabun pembersih dosa. Kalau kita nggak pernah dicuci padahal maksiat jalan terus, bisa jadi Allah sedang membiarkan kita makin kotor sampai nanti dihisab dalam keadaan yang paling buruk.

      3. Santuy dan Ngerasa Aman dari Azab Allah

      Pernah nggak, pas mau berbuat dosa, ada bisikan di hati, “Udah, lakuin aja. Allah kan Maha Pengampun”? Hati-hati, sahabat. Terlalu percaya diri dengan rahmat Allah sampai menyepelekan azab-Nya itu bahaya banget.

        Orang yang terkena istidraj biasanya kehilangan khauf atau rasa takutnya kepada Allah. Mereka pakai tameng “Allah Maha Pengampun”, tapi lupa kalau Allah juga Syadidul ‘Iqab (Maha Keras Siksa-Nya). Rasa aman yang palsu ini bikin kita makin berani berbuat dosa.

        Ingat, rasa takut yang sehat itu penting. Bukan bikin kita putus asa, tapi justru jadi rem yang pakem biar kita nggak kebablasan. Kalau rem itu udah blong, ini pertanda serius.

        4. Anti Kritik dan Alergi Nasihat Baik

        Salah satu tanda-tanda istidraj yang paling kelihatan adalah hati yang mengeras. Tandanya apa? Susah banget menerima nasihat kebaikan. Setiap ada teman atau keluarga yang ngingetin soal salat, soal riba, atau soal pergaulan, responsnya pasti defensif, marah, atau bahkan meremehkan si pemberi nasihat.

          Hati mereka seolah-olah punya “lapisan anti-nasihat”. Padahal, nasihat itu ibarat cermin. Kalau kita malah benci sama cermin, gimana kita bisa tahu kalau ada kotoran di wajah kita? Rasulullah SAW bahkan menegaskan:

          “Agama adalah nasihat.” (HR. Muslim)

          Kalau kita udah alergi sama “vitamin” hati ini, artinya ada yang nggak beres di dalam diri kita. Segera cari pertolongan sebelum hati itu benar-benar terkunci mati.

          5. Makin Tinggi Jabatan, Makin Menjadi-jadi Sombongnya

          Naik jabatan atau punya posisi penting itu memang sebuah pencapaian. Tapi, coba lihat efeknya ke diri kita. Apakah amanah itu bikin kita makin rendah hati dan bermanfaat bagi orang lain? Atau justru bikin kita makin sombong, merasa paling hebat, dan hobi merendahkan orang lain?

            Kalau yang terjadi adalah opsi kedua, waspadalah. Itu bukan lagi berkah, tapi musibah yang dibungkus dengan indah. Kekuasaan dan jabatan yang membuat kita lupa diri dan jauh dari Allah adalah salah satu bentuk tanda-tanda istidraj yang sangat nyata. Ingat kisah Qarun? Hartanya melimpah, tapi kesombongannya membuatnya ditelan bumi.

            Setiap jabatan adalah ujian. Jangan sampai kita gagal dalam ujian tersebut.

            6. Harta Ada, Hati Tetap Hampa

            Ini dia paradoks yang sering terjadi. Secara materi, semua tercukupi: rumah mewah, mobil keren, tabungan banyak. Tapi kok hati rasanya hampa, ya? Tidur nggak nyenyak, hidup gelisah, dan kebahagiaan sejati terasa jauh.

              Kenapa bisa begitu? Jawabannya adalah karena keberkahan telah dicabut. Nikmat dunia tanpa keberkahan itu ibarat minum air laut, makin kamu minum, makin kamu haus. Ini adalah tanda-tanda istidraj yang menyerang sisi psikologis kita.

              Ketenangan sejati (sakinah) itu bukan produk dari banyaknya harta, tapi anugerah dari kedekatan kita kepada Allah. Allah berfirman:

              “Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

              Kalau duniamu lengkap tapi hatimu berantakan, mungkin saatnya kamu mencari di mana letak kesalahan hubunganmu dengan Sang Pemilik Hati.

              7. Meremehkan Dosa Kecil

                Sahabat, meremehkan dosa-dosa kecil itu ibarat mengumpulkan kerikil sedikit demi sedikit. Awalnya nggak terasa, tapi lama-lama bisa jadi gunung yang menimbun kita. Orang yang terkena istidraj seringkali punya kebiasaan ini. Mereka menyepelekan dosa kecil, sehingga tanpa sadar tumpukan dosanya sudah menggunung dan hatinya menjadi hitam.

                Nabi Muhammad SAW sudah mengingatkan kita:

                “Waspadalah terhadap dosa-dosa kecil. Karena sesungguhnya dosa-dosa kecil itu bila menumpuk pada diri seseorang, ia dapat membinasakannya.” (HR. Ahmad)

                Jangan biarkan sikap meremehkan ini jadi pintu gerbang menuju murka Allah.

                Baca Juga: Inilah Arti Istidraj! Mengapa Istidraj Terjadi Beserta Dalilnya

                Kesimpulan

                Sahabat, tanda-tanda istidraj ini bukanlah untuk menghakimi, tapi untuk menjadi bahan introspeksi kita bersama. Ini adalah pengingat bahwa gemerlap dunia bisa sangat menipu.

                Jika kamu menemukan satu atau lebih tanda di atas ada pada dirimu, jangan panik dan jangan putus asa. Justru ini adalah momen yang bagus untuk sadar dan kembali. Apa yang harus dilakukan?

                1. Perbanyak Istighfar: Mohon ampun dengan tulus kepada Allah.
                2. Perbaiki Ibadah: Mulai dari yang wajib, paksakan diri, dan nikmati prosesnya.
                3. Cari Lingkungan yang Baik: Teman yang saleh akan menarikmu ke arah kebaikan.
                4. Terus Berdoa: Minta agar hati kita tidak dibolak-balikkan dan selalu istiqamah.

                Ingat, kenikmatan dunia itu fana. Yang abadi adalah ridha Allah. Jangan sampai kita gadaikan akhirat kita hanya demi kesenangan sesaat yang menipu.

                Ubah Nikmat Jadi Berkah, Bukan Istidraj!

                Sahabat, salah satu cara paling ampuh untuk “melawan” istidraj adalah dengan bersyukur. Dan bentuk syukur terbaik adalah dengan berbagi nikmat yang Allah titipkan kepada kita.

                Saat Allah berikan rezeki lebih, jangan sampai itu membuat kita lupa daratan. Justru, itu adalah kesempatan emas untuk “mengamankan” harta kita di “bank akhirat” yang keuntungannya abadi. Jangan biarkan harta itu hanya menumpuk dan menjadi saksi buruk di hari kiamat.

                Yuk, ubah setiap nikmat yang kita terima menjadi pemberat timbangan kebaikan. Bersama Yayasan Senyum Mandiri, kita bisa menyalurkan rasa syukur kita untuk membantu adik-adik yatim dan dhuafa yang membutuhkan. Dengan berbagi, kita tidak hanya membersihkan harta, tapi juga melembutkan hati dan mengundang keberkahan yang sesungguhnya.

                klik disini atau scan QR barcode dibawah untuk informasi lebih lanjut.

                Barcode Nomer CS 2025 (Yuli)

                “Menebar Sejuta Kebaikan”

                Tinggalkan komentar