Adab yang Harus Diperhatikan Orang Tua dalam Upaya Menerapkan Parenting Islami Pada Anak

Sebagai seorang Muslim, Anda sudah tahu belum akan penerapan parenting Islami? Yuk, pahami selengkapnya disini!

Pada dasarnya, anak terlahir suci dan tanpa dosa. Kendati begitu, perilaku serta pola pikir anak dalam memandang sesuatu dapat ditentukan oleh pola asuhnya bahkan ketika masih berada dalam kandungan ibunya.

Layaknya kanvas putih nan bersih, orang tua memiliki kewajiban untuk memenuhi kekosongan diri sang anak dengan warna-warna yang baik dan tidak merusak. Bak cat, pendidikan dan pola asuh merupakan penentu akan pola pikir anak yang nantinya bisa diterapkan pada tindakan atau perilaku.

Dari sinilah, dapat kita ketahui bahwasanya pola asuh sangatlah penting untuk mendukung proses pertumbuhan anak. Khusus untuk para orang tua Muslim, parenting Islami sangatlah diperlukan untuk membantu tumbuh kembang anak terutama dari segi perilakunya.

Baca Juga: Parenting Ala Rasulullah SAW! Hal yang Mendasar dan Patut OrangTua Teladanani

Melalui artikel ini, pemahaman akan parenting Islami dapat Anda peroleh dengan baik. Untuk itu, simaklah penjelasannya hingga tuntas.

Parenting Islami

Pada pengertiannya, parenting Islami merupakan bentuk pola asuh yang diberikan terhadap anak berdasarkan tuntunan Islam. Hal ini bertujuan agar anak mampu menjadi seorang Muslim sejati yang berakhlak mulia.

Asal-usul terbentuknya parenting Islami ini berdasarkan keterangan yang tertuang dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Parenting Islami mengatur berbagai upaya untuk menerapkan pola asuh yang sesuai dengan syariat Islam. Adapun dalam pola pengasuhan tersebut perilaku orang tua mendapat penekanan untuk memberikan pengajaran pada anak dengan baik dan beradab.

Menurut kutipan dari situs resmi nuonline, Imam Al-Ghazali memandang penting akan adab ketika menerapkan parenting Islami dalam keluarga. Ia menulis sejumlah adab untuk para pendidik anak-anak sebagai kutipan berikut ini:

آداب معلم الصبيان–يبدأ بصلاح نفسه، فإن أعينهم إليه ناظرة وآذانهم إليه مصغية، فما استحسنه فهو عندهم الحسن، وما استقبحه فهو عندهم القبيح، ويلزم الصمت في جلسته. والشزر في نظره ويكون معظم تأديبه بالرهبة، ولا يكثر الضرب والتعذيب ولا يحادثهم فيجترئون عليه ولا يدعهم يتحدثون فينبسطون بين يديه، ولا يمازح بين أيديهم أحدا ويتنزه عما يعطونه ويتورع عما بين يديه يطرحونه، ويمنعهم من التوحيش، ويكفهم عن التفتيش، ويقبح عندهم الغيبة، ويوحش عندهم الكذب والنميمة، ولا يسألهم عن أمر بيوتهم فيستثقلوه، ولايكثر الطلب من أهلهم فيملوه، ويعلمهم الطهارة والصلاة، ويعرفهم ما يلحقهم من النجاسة

Artinya, “Adab pendidik anak-anak. Pertama, ia harus mulai memperbaiki dirinya sendiri karena mata anak-anak menyaksikannya dan telinga mereka memerhatikannya. Apa yang menurutnya baik, maka itu dianggap baik oleh mereka. Apa yang menurutnya buruk, maka itu dianggap buruk oleh mereka. Ia harus hemat bicara di forumnya dan cukup melirik tajam. Suasana pendidikan dominan dengan mencekam. Ia tidak perlu bincang-bincang dengan mereka karena mereka nanti lancang. Ia tidak boleh membiarkan mereka ngobrol karena mereka nanti menjadi leluasa di hadapan mereka. ia tidak boleh bergurau dengan siapapun di hadapan mereka. Ia harus menjaga diri dari pemberian mereka. ia harus bersifat wara dari akhlak tercela di hadapan mereka. Ia harus mencegah mereka dari kemurungan dan menahan mereka untuk cari-cari tahu. Ia menunjukkan buruknya ghibah dan menunjukkan ketidaksukaan dusta dan adu domba di hadapan mereka. Ia tak perlu menanyakan kondisi rumah mereka karena bisa menyebabkan mereka berat hati. Ia tidak boleh terlalu banyak menuntut keluarga mereka karena mereka nanti bosan. Ia harus mengajarkan mereka pelajaran thaharah dan shalat. Ia juga perlu mengenalkan mereka najis yang kemungkinan mengenai mereka,” (Lihat Al-Imam Al-Ghazali, Al-Adab fid Din, [Beirut: Al-Maktabah As-Sya’biyyah, tanpa catatan tahun], halaman 154).

Keterangan diatas mengajarkan kita untuk lebih memperhatikan sikap ketika memberi pendidikan untuk anak. Pasalnya, orang tua menjadi teladan terbesar bagi anak, yang mana anak akan lebih mudah mencontoh apa-apa yang terjadi disekitarnya.

Namun, jika dilihat dari situasi sekarang ini, keterangan yang dikatakan oleh Imam Al-Ghazali tidak sepenuhnya harus diamalkan. Sebab, kondisi mental dan pemikiran anak zaman sekarang tidak selalu sama dengan zaman-zaman sebelumnya.

Karena itulah, diperlukan penanganan khusus untuk mendidik anak sesuai daripada zamannya, agar anak tidak tertinggal dan kita pun lebih leluasa dalam memahami sang anak.

Anak lebih mudah mempraktikkan segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya. Untuk itu, orang tua harus memberikan contoh yang baik, terutama saat berada di depan anak.

Dengan begitu, anak akan dengan mudah mengamalkan kebaikan dibandingkan perilaku yang buruk. Ajari ia untuk menghormati yang lebih tua dan mengasihi yang usianya di bawah dia. Ajarkan pula anak untuk memenuhi kewajibannya dengan perlahan-lahan memberinya pemahaman terhadap apa yang harus dilakukannya.

Karena manusia adalah makhluk sosial, dalam pola penerapan parenting Islami, jangan lupa untuk mengajarinya mengucapkan tiga kalimat sederhana seperti terimakasih (ketika menerima sesuatu), meminta maaf (saat melakukan kesalahan), serta meminta tolong (ketika membutuhkan bantuan dari orang lain). Mungkin hal semacam ini terlihat sederhana, tapi kenyatannya masih banyak orang yang mengabaikannya sehingga cukup sulit dilakukan.

Baca Juga: Parenting Anak Laki-laki vs. Perempuan: Memahami Perbedaan yang Mendasar

Dalam upaya berinteraksi dengan sesama, anak harus diajarkan untuk saling tolong menolong. Hal ini bisa diperoleh dengan mengajaknya untuk melakukan donasi terhadap orang yang lebih membutuhkan.

Karenanya, Yayasan Senyum Mandiri hadir dengan membuka jalan bagi Sahabat yang ingin menunaikan sedekah kepada orang yang lebih membutuhkan.

Tunggu apalagi? Mari tunaikan kebaikanmu dengan berdonasi disini!

Rekening Donasi

Tinggalkan komentar