Membatalkan Puasa Syawal Saat Silaturahmi Lebaran Apakah Boleh? Begini Hukumnya!

Silaturahmi lebaran merupakan salah satu momen spesial bagi umat Islam setelah berpuasa penuh selama satu bulan. Selain mengujungi keluarga dan kerabat untuk saling bersilaturahmi dan berbagi kebahagiaan, momen ini identik juga dengan tradisi jamuan makan.

Pada bulan Syawal juga terdapat keutamaan didalamnya yaitu berpuasa selama enam hari berturut-turut atau terpisah selama masih dalam bulan Syawal. Besarnya keutamaan puasa Syawal setara dengan berpuasa setahun lamanya, sehingga tidak sedikit orang berpuasa saat sedang bersilaturahmi.

Situasi seperti itu membuat sebagian Muslim merasa bimbang saat tuan rumah menyajikan makanan. Lantas bagaimana sebaiknya sikap yang harus diambil, apakah tetap berpuasa atau harus membatalkan puasanya?

Hukum Membatalkan Puasa Syawal

Dilansir dari artikel NU Online ada baiknya terlebih dahulu berkomunikasi antara tamu dan tuan rumah dengan memberitahu jika sedang menjalankan puasa Syawal.

Adapun sikap yang diteladankan oleh Nabi Muhammad SAW ketika ada sebagian sahabat yang tetap ingin berpuasa di tengah jamuan makan, kemudian bersabda:

يَتَكَلَّفُ لَكَ أَخُوكَ الْمُسْلِمُ وَتَقُولُ إنِّي صَائِمٌ، أَفْطِرْ ثُمَّ اقْضِ يَوْمًا مَكَانَهُ

Artinya, “Saudara Muslimmu sudah repot-repot (menyediakan makanan) dan kamu berkata, ‘Saya sedang berpuasa?’ Batalkanlah puasamu dan qadha-lah pada hari lain sebagai gantinya,” (HR Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi).

Para ulama menyimpulkan bahwa membatalkan puasa sunnah untuk menyenangkan hati tuan rumah saat bertamu adalah sunnah. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW yang memerintahkan tamunya untuk berbuka puasa jika tuan rumah merasa keberatan dengan puasanya.

Kondisi seperti ini dikatakan, pahala membatalkan puasa lebih utama daripada pahala berpuasa. (Lihat Abu Bakar bin Syatha Ad-Dimyathi, I’anatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tanpa catatan tahun], juz III, halaman 36).

Dalam konteks ini Ibnu ‘Abbas RA mengatakan:

مِنْ أَفْضَلِ الْحَسَنَاتِ إِكْرَامُ الْجُلَسَاءِ بِالْإِفْطَارِ

Artinya, “Di antara kebaikan yang paling utama adalah memuliakan teman semajelis dengan membatalkan puasa (sunnah),” (Lihat Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumiddin, [Beirut, Darul Ma’rifah, tanpa catatan tahun], juz II, halaman 14).

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa menjalankan puasa Syawal saat silaturahmi lebaran perlu diketahui terlebih dahulu apakah tuan rumah merasa keberatan atau tidak dengan puasa yang sedang dijalankan. Jika tidak keberatan maka tetap untuk berpuasa. Bila berkeberatan, maka lebih utama memakan hidangannya dan berpuasa di hari-hari lain pada bulan Syawal.

Tinggalkan komentar