Haji Bukan Gelar, Begini Tanggapan Para Ulama!

Haji bukan gelar– Di Indonesia, orang yang sudah menunaikan haji sering kali mendapat gelar khusus seperti Pak Haji atau Bu Hajjah. Kendati begitu, di beberapa negara lain tidak ada gelar khusus bagi orang yang telah berhaji.

Ibadah haji menjadi bagian dari rukun islam yang kelima. Hukum berhaji adalah wajib bagi orang yang mampu menunaikannya.

Haji menurut bahasa berarti menyengaja, bermaksud atau mengunjungi suatu tempat. Sedangkan menurut istilah, haji merupakan kegiatan mengunjungi Baitullah (Ka’bah) yang terletak di Mekkah, dengan tujuan beribadah karena Allah SWT.

Namun, benarkah haji merupakan sebuah gelar yang harus disebutkan kepada orang yang telah menunaikan ibadah haji? Simak penjelasan para ulama mengenai haji bukan gelar!

Haji Bukan Gelar

Pemakaian gelar haji sudah sangat melekat bagi masyarakat Indonesia. Gelar haji sendiri biasanya di berikan bagi seorang muslim yang telah menunaikan ibadah haji.

Baca Juga: Mempelajari Lebih dalam Mengenai Sejarah Ibadah Haji

Beberapa ulama berpendapat bahwa gelar haji boleh-boleh saja digunakan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Imam An-Nawawi dalam kitab al-majmu’: “Boleh menyebut orang yang pernah berangkat haji dengan gelar Haji, meskipun hajinya sudah bertahun-tahun, atau bahkan setelah dia wafat. Dan hal ini tidak makruh. Terkadang masyarakat memberi gelar untuk mereka yang telah melakukan perjuangan berharga atau memberi manfaat besar bagi yang lain. Misalnya, orang yang pernah berjihad disebut mujahid. Dulu peserta perang badar disebut dengan al-Badri. Meskipun perang badar sudah berakhir tahunan, gelar itu tetap melekat”.

Gelar haji itu termasuk pada urf (tradisi di masyarakat) pernah disampaikan as-Subki ketika membahas biografi Hassan bin Said al-Haji. Beliau berpendapat bahwa “Gelar al-Haji ini menggunakan bahasa bukan arab, untuk mereka yang telah berangkat haji. Mereka menyabut orang yang bernah berhaji ke baitullah al-haram dengan Haji”. (Pernyataan ini terdapat pada kitab Thabaqat as-Syafiiyah al-Kubro).

Tujuan dari menunaikan ibadah haji adalah untuk mendapat rahmat Allah SWT. Tentunya, sebelum menunaikannya seorang muslim hendaknya meluruskan niat terlebih dahulu. Ibadah haji merupakan salah satu amal baik.

Dalam islam sendiri perbuatan baik di sunnahkan untuk disembunyikan, dan tidak memberi tahu orang lain. Hal ini sesuai dengan riwayat berikut ini:

Dari Sa’ad bin Abi Waqqāsh radhiallahu’anhu, beliau berkata, “Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda,

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ

‘Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bertakwa, yang hatinya selalu merasa cukup dan yang tersembunyi’.”

Melakukan perbuatan baik secara sembunyi-sembunyi dapat menjauhkan kita dari sifat riya’ dan ujub. Dengan mengamalkan Sunnah ini, diharapkan kita dapat lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab, melakukan amal sholih secara sembunyi-sembunyi bagian daripada keikhlasan.

Menilik sedikit dari sejarah Indonesia, ternyata awal mula penyematan gelar haji sudah ada sejak jaman kolonial Belanda.

Pada tahun 1800-an, pemerintah kolonial Belanda sengaja menyematkan gelar haji kepada orang Indonesia yang berhasil pulang seusai melaksanakan ibadah haji.

kolonial Belanda beranggapan bahwa orang yang telah pulang berhaji acap kali berulah, bahkan melakukan pemberontakan terhadap pihak Belanda. Hingga pihak Belanda pun menganggap mereka sok suci, dan perlu diawasi agar dapat mencegah terjadinya pemberontakan.

Akhirnya pihak Belanda menyematkan gelar haji, agar memudahkannya untuk mengawasi dan mengenali orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji.

Kesimpulan

Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan, bahwa haji bukan gelar yang harus disematkan. Akan tetapi jika ingin mengikuti adat kebiasaan yang ada, boleh-boleh saja melakukannya. Kendati demikian, kita harus lebih memperhatikan niat dan tujuan dalam penyematan gelar haji tersebut.

Jika tujuan menunaikan haji semata-mata karena mengharap rahmat dari Allah SWT., tentunya seorang muslim yang baik akan memilih jalan yang kiranya lebih dianjurkan. Namun tak apa jika penyematan haji digunakan sebagai pengingat, bahwa seorang muslim yang telah menunaikan haji artinya telah mendapat pengampunan dan akan lebih baik jika ia tak melakukan kemaksiatan lagi.

Sesuai hadits diatas, amal baik hendaknya tidak diumbar. Haji merupakan salah satu amal baik, maka tak ada yang mesti disematkan. Sebab, haji bukan gelar.

Baca Juga: Syarat Wajib Haji yang Harus Kamu Pahami

Demikianlah pembahasan mengenai haji bukan gelar, berita lainnya bisa Sahabat dapatkan hanya di website resmi Senyum Mandiri Foundation.

Tak hanya menyajikan artikel tentang haji bukan gelar saja, Yayasan Senyum Mandiri membuka jalan kebaikan bagi Sahabat yang ingin menunaikan Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf.

Mari tingkatkan keimanan dengan bersedekah melalui Yayasan Senyum Mandiri!

Informasi lebih lengkapnya bisa klik disini

Rekening Donasi

Tinggalkan komentar