Musibah Bagi Umat Islam yang Lebih Dahsyat Daripada Apapun, Inilah Kisah Wafat Nabi Muhammad SAW

Kisah wafat Nabi Muhammad SAW—Hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 Hijriah, Allah perintahkan kepada malaikat Jibril untuk turun dan menjemput Kekasih-Nya, Nabi Muhammad SAW. Dengan catatan, jika beliau (Nabi Muhammad SAW) mau, tetapi jika beliau tidak mau, maka tugas itu harus ditunda terlebih dahulu.

Malaikat Jibril bersama dengan malaikat Mikail dan malaikat Israil dan Israfil turun. Namun, sampai di langit pertama malaikat Jibril enggan turun karena tidak sanggup melihat proses dicabutnya roh Rasulullah SAW.

Akan tetapi, Rasulullah SAW meminta malaikat Jibril untuk turun dan menyertai ketiga malaikat tersebut. Sesampainya malaikat Jibril di rumah Sayyidah Aisyah, Nabi Muhammad SAW diperdengarkan kabar gembira.

Kendati begitu, Nabi Muhammad SAW masih khawatir akan ummatnya sampai malaikat Jibril menyampaikan pesan dari Allah SWT bahwasanya meskipun beliau sudah tidak hadir di tengah-tengah umatnya, selama umatnya senantiasa berpegang teguh terhadap Al-Qur’an dan Sunnah, maka mereka akan selamat di dunia sampai di akhirat.

Baca Juga: Sejarah Singkat Kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam

Mendengar ini, Rasulullah SAW tersenyum dan mengucap hamdalah. Kemudian, malaikat pencabut nyawa dipersilahkan untuk melaksanakan tugasnya.

Mundur malaikat Jibril, lalu majulah malaikat pencabut nyawa untuk melaksanakan tugasnya, keluarlah rohnya Rasulullah SAW yang secara perlahan meninggalkan telapak kaki. Lalu telapak kaki Rasulullah SAW menggigil naik ke atas betis, kemudian naik ke paha Rasulullah SAW, sampai ke perut, hingga bercucuran keringat beliau yang keluar dari wajah beliau.

Malaikat Jibril lalu berpaling, karena ketidaktegaannya menghadapi proses sakaratul maut Rasulullah SAW.

Menurut kutipan dari Kitab Maraqi Al-‘Ubudiyyah karya Syekh Nawawi Al-Bantani, hingga di saat menjelang akhir hayatnya, sang penghulu rasul itu tetap memikirkan nasib umatnya.

Bahkan, saat beliau merasakan dahsyatnya rasa sakit sakaratul maut, Rasulullah SAW masih sempat berdoa untuk keselamatan umatnya. “Ya Allah, dahsyat sekali maut ini. Timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku. Jangan (timpakan) kepada umatku,” doa Nabi Muhammad SAW.

Tubuh Rasulullah SAW semakin dingin. Bibirnya bergetar seolah ingin mengucapkan sesuatu. Ali bin Abi Thalib mendekati beliau, dan Rasulullah SAW berbisik, “Jagalah salat dan peliharalah orang-orang lemah di antara kalian.”

Tangisan terdengar di sekeliling dan Fatimah menutup wajahnya dengan tangannya. Ali bin Abi Thalib mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah SAW, dan Beliau berbisik, “Ummatii, ummatii, ummatii… (Umatku, umatku, umatku…).”

Bertepatan dengan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, beliaupun wafat pada hari dan tanggal yang sama yakni hari Senin tanggal 12 Rabiul Awwal tahun 11 hijriah. Dan dalam tahun masehi, kisah wafat Nabi Muhammad SAW jatuh pada tanggal 8 Juni tahun 632, bertempat di Madinah, Arab Saudi.

Lebih tepatnya lagi, kisah wafat Nabi Muhammad SAW bertempat di rumah istri beliau yakni Sayyidah Aisyah. Pernyataan ini pun sesuai dengan keterangan yang disampaikan oleh Sayyidah Aisyah yang berbunyi:

“Sesungguhnya di antara nikmat Allah yang dikaruniakan kepadaku adalah bahwa Rasulullah SAW wafat di rumahku, pada hari giliranku, dan di pangkuanku, serta Allah menyatukan antara ludahku dan ludah beliau saat beliau wafat. Ketika aku sedang memangku Rasulullah SAW, Abdurrahman dan Abu Bakar masuk dan di tangannya ada siwak. Aku melihat Rasulullah SAW memandanginya, sehingga aku mengerti bahwa beliau menginginkan siwak. Aku bertanya, ‘ku ambilkan siwak itu untukmu?’

Rasulullah memberi isyarat ‘ya’ dengan kepala, lalu ku ambilkan siwak itu untuk beliau. Rupanya siwak itu terasa keras bagi beliau, lalu ku katakan, ‘kulunakkan siwak itu untukmu?’ Beliau memberi isyarat ‘ya’ lalu kulunakan siwak itu.

Setelah itu aku menyikat gigi beliau dengan sebaik-baiknya siwak itu. Sementara itu, di hadapan beliau ada bejana berisi air. Beliau memasukkan kedua tangannya ke dalam air itu, lalu mengusapkannya ke wajah seraya berkata, ‘La ilaha illallah, sesungguhnya kematian itu ada sekaratnya’.” (Shahih Bukhari II, 640).

Kisah wafat Nabi Muhammad SAW ini telah menorehkan luka yang begitu mendalam bagi umatnya. Bahkan, ketika itu Sayyidina Umar bin Khattab RA enggan untuk percaya bahwa Rasulullah SAW telah wafat.

Dalam riwayat Imam Ahmad disebutkan bahwa Umar bin Khatthab Radhiyallahu anhu yang tidak percaya tentang berita wafatnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam, berkata, “Sesungguhnya Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak wafat, akan Rabbnya telah mengirim utusan kepadanya sebagaimana Allâh Azza wa Jalla telah mengirim utusan-Nya kepada Musa q lalu dia meninggalkan kaumnya selama empat puluh hari. Demi Allâh! Saya yakin Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan hidup sehingga Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam akan memotong tangan-tangan dan lisan orang-orang munafik yang mengira atau mengatakan bahwa Muhammad telah wafat.

Di tengah situasi seperti itu, Sayyidina Abu Bakr Ash-Shiddiq menghampirinya dan berusaha untuk membuatnya tenang. Beliau mengawali ucapannya dengan membaca tasyahhud lalu mengatakan, yang artinya:

“Amma ba’du, barangsiapa yang menyembah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat. Dan barangsiapa yang menyembah Allâh Azza wa Jalla , maka sesungguhnya Allâh maha hidup dan tidak akan mati.

Lalu Sayyidina Abu Bakr membaca ayat 30 dalam surat Az-Zumar yang berbunyi:

Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mati dan mereka akan mati”.

dan juga membaca surat Ali Imran ayat 144:

Artinya: “Dan Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul. Sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barang siapa yang berbalik ke belakang maka dia tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada Allâh sedikit pun. Dan Allâh akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur”.

Umar RA mengatakan, “Demi Allâh! Sesungguhnya aku seakan-akan belum pernah mendengar ayat ini sampai aku mendengar Abu Bakr RA membaca ayat ini. Sehingga saya lemas, saya tidak kuat berdiri dengan kedua kakiku dan jatuh ke tanah, ketika Abu Bakr RA membacakan ayat tersebut. Saat itu, saya yakin bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah wafat”. Mendengar berita, para Sahabat ikut menangis di masjid Nabi Muhammad SAW.

Kisah wafat Nabi Muhammad SAW menjadikannya sebagai sebuah kepedihan dan kegelapan bagi umatnya, terkhusus bagi para sahabat yang berada di kota Madinah.

Hal tersebut juga telah disiratkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَيُّمَا أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ، أَوْ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أُصِيبَ بِمُصِيبَةٍ، فَلْيَتَعَزَّ بِمُصِيبَتِهِ بِي عَنِ الْمُصِيبَةِ الَّتِي تُصِيبُهُ بِغَيْرِي، فَإِنَّ أَحَدًا مِنْ أُمَّتِي لَنْ يُصَابَ بِمُصِيبَةٍ بَعْدِي أَشَدَّ عَلَيْهِ مِنْ مُصِيبَتِي

Artinya: “Wahai manusia! Siapapun diantara manusia atau kaum Mukminin yang tertimpa musibah, maka hendaklah dia menghibur dirinya dengan musibah yang menimpanya akibat kematianku untuk menghilangkan kesedihannya akibat musibah yang menimpanya karena kematian orang selainku. Karena sesungguhnya, tidak ada seorangpun dari umatku yang akan tertimpa musibah yang lebih dahsyat daripada musibah kematianku”. (Dari Ath-thabaqatul Kubra, hadist tersebut dishahihkan oleh al-Allamaj al-Albani dalam Sisilatul Ahadits ash-Shahihah).

Demikianlah pembahasan materi akan kisah wafat Nabi Muhammad SAW, berita lainnya bisa Sahabat dapatkan hanya di website resmi Senyum Mandiri Foundation.

Tak hanya menyajikan artikel tentang haji bukan gelar saja, Yayasan Senyum Mandiri membuka jalan kebaikan bagi Sahabat yang ingin menunaikan Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf.

Mari tingkatkan keimanan dengan bersedekah melalui Yayasan Senyum Mandiri!

Informasi lebih lengkapnya bisa klik disini.

Rekening Donasi

Tinggalkan komentar