Hukum Mendengarkan Musik dalam Islam, Apakah Diperbolehkan?

Hukum Mendengarkan Musik–Di akhir zaman seperti saat ini, tentunya kita tak terlepas dengan lantunan alat musik maupun nyanyian. Bagaimana tidak? Di ruang tertutup atau di ruangan publik rasanya sudah biasa untuk menghidupkan musik. Bahkan tak jarang musik dianggap oleh sebagian orang sebagai gaya hidup. Sehingga tak afdhol rasanya bila tak mendengarkan musik atau melantunkan nyanyian.

Tak hanya itu, banyak orang yang mencari penghidupan melalui musik, baik dengan cara memainkan alat musik maupun bernyanyi.

Di balik itu, sebenarnya apa hukum mendengarkan musik dalam Islam? Agama Islam hadir dengan membawa berbagai macama aturan yang sangat jelas dan terperinci. Maka tak heran jika sekecil apapun perkara, pasti akan ada aturan di dalamnya.

Tak terkecuali dengan hukum mendengarkan musik atau bernyanyi, semua itu telah diatur dan dijelaskan secara rinci sehingga memudahkan sesiapa yang tengah mempelajarinya.

Hukum Mendengarkan Musik

Hukum mendengarkan musik sebenarnya masih menjadi ikhtilaf di kalangan Para ‘Alim Ulama. Sehingga terdapat ketentuan khusus bagi yang menghukuminya halal maupun haram.

Baca Juga: Hukum Menonton Drakor!

Dilansir dari NU online (situs resmi milik Nahdlatul Ulama), Berikut ringkasan dari ulasan Imam Al-Ghazali mengenai hukum mendengarkan musik dalam islam.

اعلم أن قول القائل السماع حرام معناه أن الله تعالى يعاقب عليه وهذا أمر لا يعرف بمجرد العقل بل بالسمع ومعرفة الشرعيات محصورة في النص أو القياس على المنصوص وأعنى بالنص ما أظهره صلى الله عليه و سلم بقوله أو فعله وبالقياس المعنى المفهوم من ألفاظه وأفعاله فإن لم يكن فيه نص ولم يستقم فيه قياس على منصوص بطل القول بتحريمه وبقى فعلا لا حرج فيه كسائر المباحات ولا يدل على تحريم السماع نص ولا قياس ويتضح ذلك في جوابنا عن أدلة المائلين إلى التحريم ومهما تم الجواب عن أدلتهم كان ذلك مسلكا كافيا في إثبات هذا الغرض لكن نستفتح ونقول قد دل النص والقياس جميعا على إباحته أما القياس فهو أن الغناء اجتمعت فيه معان ينبغي أن يبحث عن افرادها ثم عن مجموعها فإن فيه سماع صوت طيب موزون مفهوم المعنى محرك للقلب فالوصف الاعم انه صوت طيب ثم الطيب ينقسم إلى الموزون وغيره والموزون ينقسم إلى المفهوم كالاشعار والى غير المفهوم كأصوات الجمادات وسائر الحيوانات أما سماع الصوت الطيب من حيث إنه طيب فلا ينبغي أن يحرم بل هو حلال بالنص والقياس

Artinya: “Ketahuilah, pendapat yang mengatakan, ‘Aktivitas mendengar (nyanyian, bunyi, atau musik) itu haram’ mesti dipahami bahwa Allah akan menyiksa seseorang atas aktivitas tersebut.’ Hukum seperti ini tidak bisa diketahui hanya berdasarkan aqli semata, tetapi harus berdasarkan naqli. Jalan mengetahui hukum-hukum syara‘ (agama), terbatas pada nash dan qiyas terhadap nash. Yang saya maksud dengan ‘nash’ adalah apa yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW melalui ucapan dan perbuatannya. Sementara yang saya maksud dengan ‘qiyas’ adalah pengertian secara analogis yang dipahami dari ucapan dan perbuatan Rasulullah itu sendiri. Jika tidak ada satupun nash dan argumentasi qiyas terhadap nash pada masalah mendengarkan nyanyian atau musik ini, maka batal pendapat yang mengharamkannya. Artinya, mendengarkan nyanyian atau musik itu tetap sebagai aktivitas yang tidak bernilai dosa, sama halnya dengan aktivitas mubah yang lain”.

Sementara (pada amatan kami) tidak ada satupun nash dan argumentasi qiyas yang menunjukkan pengharaman dari kegiatan ini. Hal ini tampak jelas pada tanggapan kami terhadap dalil-dalil yang dikemukakan oleh mereka yang cenderung mengharamkannya.

Ketika tanggapan kami terhadap dalil mereka demikian lengkap, maka itu sudah memadai sebagai metode yang tuntas dalam menetapkan tujuan ini.  Hanya saja kami mulai membuka dan mengatakan bahwa nash dan argumentasi qiyas menunjukkan kemubahan aktivitas mendengarkan nyanyian atau musik.

Argumentasi qiyas menyatakan bahwa kata ‘bunyi’ itu mengandung sejumlah pengertian yang perlu dikaji baik secara terpisah maupun keseluruhan.  Kata ini mengandung pengertian sebuah aktivitas mendengarkan suara yang indah, berirama, terpahami maknanya, dan menyentuh perasaan.  Secara lebih umum ‘bunyi’ adalah suara yang indah. Bunyi yang indah ini terbagi atas yang berirama (terpola) dan yang tidak berirama.

Bunyian yang berirama terbagi atas suara yang dipahami seperti syair-syair dan suara yang tidak terpahami seperti suara-suara tertentu.  Sedangkan mendengarkan suara yang indah ditinjau dari keindahannya tidak lantas menjadi haram.

Bahkan bunyi yang dihasilkan dari gerakan benda-benda mati dan suara hewan itu halal berdasarkan nash dan argumentasi qiyas,” (Lihat Abu Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, Mesir, Musthafa Al-Babi Al-Halabi, tahun 1358 H/1939 H, Juz 2, Halaman 268).

Berangkat dari apa yang dikemukakan di atas, Imam Al-Ghazali tidak menemukan satupun nash yang secara jelas bahwa hukum mendengarkan musik itu haram. Walaupun terdapat nash yang mengharamkan musik dan nyanyian, keharamannya itu bukan didasarkan pada musik dan nyanyian itu sendiri, tetapi karena dibarengi dengan kemaksiatan seperti minum-minuman keras, zina, perjudian, ataupun melalaikan kewajiban.

Adapun hukum mendengarkan musik atau nyanyian itu sendiri, menurut Imam Al-Ghazali seperti dijelaskan, halal. Jadi Imam Al-Ghazali memisahkan secara jelas antara musik beserta nyanyian itu dan kemaksiatan yang diharamkan secara tegas di dalam nash maupun qiyas terhadap nash.

Kesimpulan

Jadi, kesimpulan yang dapat diambil dari penjelasan diatas, perihal hukum mendengarkan musik ialah halal dan mubah (boleh-boleh saja). Dengan catatan musik yang didengarkan dapat membuat diri menjadi lebih baik dan dapat membuat diri semakin dekat dengan Allah SWT.

Hukum mendengarkan musik bisa menjadi haram apabila berpotensi untuk menjauhkan diri dari mengingat Allah SWT. Sebab, ketika kita jauh dari Allah SWT maka diri akan lebih mudah untuk melakukan kemaksiatan dan hal-hal tercela.

Maka dari itu akan lebih baik jika kita senantiasa lebih memerhatikan apa saja yang diperbuat. Jika sekiranya kegiatan yang diperbuat tidak dapat mendatangkan kebaikan, maka tinggalkan. Karena sesungguhnya perkara yang tak bermanfaat itu sia-sia.

Nah, jadi begitulah Sahabat, penjelasan mengenai hukum mendengarkan musik. Ikuti terus artikel menarik lainnya hanya di Yayasan Senyum Mandiri.

Tak hanya menyajikan artikel menarik dan berkualitas, Yayasan Senyum Mandiri juga membuka jalan bagi Sahabat yang ingin memberikan Zakat, Infaq, Sedekah, dan Wakaf.

Info selengkapnya bisa di klik disini.

Tinggalkan komentar