Hukum Qurban dan Aqiqah dalam Islam, Bolehkah Dikerjakan Bersamaan?

Hukum Qurban dan Aqiqah patut diketahui oleh setiap umat Muslim. Keduanya sama-sama memiliki keterkaitan, yakni perkara penyembelihan hewan. Meskipun begitu, keduanya tetap memiliki perbedaan yang cukup signifikan.

Adapun perbedaan itu nampak pada niat, tata cara, maupun waktu pelaksanaannya. Kendati demikian, satu tujuan pasti dari dilaksanakannya kedua ibadah ini yakni sebagai bentuk amalan ibadah kepada Allah SWT.

Lantas, bagaimana hukum qurban dan aqiqah? Apakah keduanya diwajibkan, ataukah hanya sebatas sunnah? Tetapi sebelum itu, alangkah baiknya bila kita memahami terlebih dahulu apa itu pengertian qurban dan aqiqah.

Pengertian Qurban dan Aqiqah

Qurban dapat diuraikan sebagai kegiatan menyembelih hewan atas tujuan beribadah kepada Allah SWT. Adapun waktu pelaksanaannya pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijah) serta tiga hari tasyrik (11, 12, & 13 Dzulhijah).

Sedangkan, Aqiqah adalah adalah kegiatan menyembelih pada hari ketujuh, ke-14, dan ke-12 setelah kelahiran sang bayi. Umumnya, tujuan dilaksanakannya aqiqah adalah sebagai ungkapan syukur atas kelahiran seorang bayi.

Baca Juga: Mana yang lebih utama? Ini yang Menjadi Perbedaan Aqiqah dan Qurban

Hukum Qurban Dan Aqiqah

Baik qurban serta aqiqah, keduanya memiliki dasar hukumnya masing-masing. Lalu, bagaimana hukum melaksanakan qurban dan aqiqah?

a). Hukum Qurban

Melansir dari laman resmi NU Online, Ibadah qurban dihukumi sunnah mu’akkad (sangat dianjurkan). Rasulullah SAW senantiasa berkurban dan tidak pernah meninggalkannya hingga wafat tiba. Ketentuan kurban dihukumi sunnah mu’akkad dikukuhkan oleh Imam al-Syafi’i serta Imam Malik.

Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa qurban wajib hukumnya bagi penduduk yang mampu dan tidak dalam keadaan safar (berpergian). (Ibnu Rusyd al-Hafid: tth: 1/314).

b). Hukum Aqiqah

Lanjut dalam pembahasan hukum qurban dan aqiqah, hukum melaksanakan aqiqah menurut jumhur ulama adalah sunnah mu’akkad. Hal ini merujuk pada hadis Nabi Muhammad SAW riwayat Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah.

“Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya yang disembelih pada hari ke tujuh, dicukur (rambutnya), dan diberi nama.” (HR. Tirmidzi no. 2735, Abu Dawud no. 2527, Ibnu Majah no. 3165).

Sementara itu, dalam buku Fiqh at-Ta’amul Ma’a an-Nas karya Abdul Aziz bin Fauzan Ibn Shalih. Ibnu Taimiyah berpendapat, bahwa orang yang tidak mampu hendaknya tidak sampai berhutang untuk melaksanakan aqiqah. Sebab, bisa mendatangkan mudharat baginya.

Bolehkah Qurban dan Aqiqah Dikerjakan secara Bersamaan?

Setelah mengetahui bagaimana hukum qurban dan aqiqah, lantas bisakah keduanya dikerjakan bersamaan? Terlebih bila waktunya cukup bertepatan, atau bahkan bertepatan? Simak penjelasannya.

a). Pendapat Pertama

Para ulama memiliki perbedaan pendapat mengenai permasalahan ini. Pendapat pertama, ada yang mengatakan bila waktu qurban bertepatan dengan waktu aqiqah, maka cukup lakukan satu sembelihan saja, yakni aqiqah.

Pendapat ini diyakini Mazhab Hambali, Mazhab Hanafi, serta beberapa ulama lainnya seperti Hasan Basri, Qatadah, dan Ibnu Sirin. Mereka berdalil bahwasanya beberapa ibadah bisa mencukupi ibadah lainnya, hal itu termasuk berqurban. Al-Hasan berpendapat,

“Jika seorang anak ingin disyukuri dengan kurban, maka kurban tersebut bisa jadi satu dengan aqiqah.”

Masih dalam pembahasan hukum qurban dan aqiqah. Hisyam dan Ibnu Sirin berpendapat,

“Tetap dianggap sah jika kurban digabungkan dengan akikah,”

b). Pendapat Kedua

Berbanding terbalik dengan pendapat diatas, Mazhab Syafi’I, Mazhab Maliki, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad mengatakan tidak boleh digabung. Alasannya lantaran, kedua memiliki niat dan tujuan yang berbeda.

Tujuan qurban sebagai tebusan bagi diri sendiri. Sedangkan aqiqah ialah tebusan bagi kelahiran sang bayi. Jika keduanya digabung, tentu tujuannya menjadi tidak jelas. Al-Haitami mengatakan,

“Dzahir pendapat ulama Syafi’iyah bahwa jika seseorang meniatkan satu kambing untuk kurban sekaligus aqiqah maka tidak bisa mendapatkan salah satunya. Dan inilah yang lebih kuat. Karena masing-masing merupakan ibadah tersendiri.” (Tuhfatul Muhtaj, 9/371).

Pendapat Manakah yang Lebih Kuat?

Setelah memahami pengertian, serta hukum qurban dan aqiqah. ketahuilah juga pendapat mana yang lebih kuat antara boleh atau tidaknya menggabungkan qurban dengan aqiqah dalam waktu yang bersamaan.

Pandangan ulama yang lebih kuat mengenai dua hal ini adalah pendapat yang tidak membolehkan untuk digabung. Kecuali, waktu aqiqah (7, 14, 21 hari) bertepatan dengan hari berqurban.

Maka bagi mereka yang tidak berkemampuan lebih untuk menyembelih hewan, bisa meniatkan dalam dua pelaksanaan sekaligus. Yakni melaksanakan aqiqah sekaligus mengerjakan qurban.

Baca Juga: Hendak Berqurban? Yuk Ketahui dulu Keutamaan Qurban!

Ayo Tunaikan Syariat Islam dengan Berqurban!

Itulah hukum qurban dan aqiqah yang patut diketahui. Meski keduanya dihukumi sunnah mu’akkad, namun lebih baik bila kita melaksanakan segala syariat Islam selagi mampu.

Sejalan dengan hal itu, Anda bisa menunaikan ibadah Qurban Anda melalui Program Senyum Qurban yang digagas oleh Yayasan Senyum Mandiri. Program ini bertujuan sebagai upaya memenuhi kebutuhan konsumsi daging bagi masyarakat lapisan bawah terutama di daerah yang minim adanya penyembelihan Qurban.

Maka dari itu, Ayo salurkan Qurbanmu di Yayasan Senyum Mandiri! Bersamaan dengan itu, demikianlah artikel mengenai hukum qurban dan aqiqah yang harus Anda ketahui, semoga bermanfaat.

Satu pemikiran pada “Hukum Qurban dan Aqiqah dalam Islam, Bolehkah Dikerjakan Bersamaan?”

Tinggalkan komentar